Sudah lama sekali setelah peristiwa erupsi Gunung Agung. Sepasang sahabat, Ira dan Rara tidak juga bertemu kembali. Beberapa kali Ira dan keluarga menjenguk para warga di pengungsian, tetapi ia tidak menemukan Rara disana.
“Kalau Rara tidak ada di pengungsian, lalu Rara dimana ya Pak?” tanya Ira. Namun, tak ada jawaban dari Bapak.
Tidak terasa sudah 15 tahun berlalu. Ira dan keluarganya tidak kembali lagi ke desa karena Bapak sudah mendapat pekerjaan di Denpasar. Ira juga mendapatkan sekolah yang bagus disana. Selain itu, memang keluarga Ira sendiri berasal dari Denpasar. Waktu itu mereka tinggal di kaki Gunung Agung karena tugas pengabdian Bapak Ira sebagai dokter.
Pernah sekali Ira pergi ke desanya yang lama, berharap bertemu dengan sahabatnya, Rara. Namun, rumah Rara masih kosong. Hampir semua warga telah kembali tinggal di desa, tetapi keluarga Rara tidak kembali. Tak ada yang tahu kemana keluarga itu. Ira hanya bisa menahan rindu pada sahabatnya itu.
***
Waktu berjalan begitu cepat, Ira sudah lulus kuliah sarjana. Ia mengambil jurusan manajemen bisnis. Ia pun sudah berencana untuk membuka usaha sendiri, ia beri nama “Petunjuk Bunga Matahari”.
“Ra, kenapa namanya Petunjuk Bunga Matahari?” tanya Made saat membantu Ira memasang papan nama kedai makanan barunya.
“Aku berharap sahabat kecilku mendapatkan petunjuk ini De, dan kami segera bertemu lagi,” jawab Ira. Kali ini ia sudah tak sedih lagi, ia lebih bersemangat untuk bertemu Rara suatu hari nanti.
Ira punya banyak rencana dengan usaha baru yang ia bangun bersama teman-teman dekatnya. Awalnya, ia membuka kedai makanan dengan halaman yang luas. Rencananya di halaman itu akan banyak ditanam bunga matahari. Lalu di bagian belakang gedung akan ada Galeri Bunga Matahari yang akan diisi berbagai lukisan bunga matahari dan informasi tentang budidaya Bunga Matahari.
“Ko, gimana kabar halaman bunga matahari kita?” tanya Ira pada Eko, temannya yang akan mengerjakan budidaya bunga matahari kecil-kecilan.
“Nah, aku sudah pesan bibit matahari langsung dari Kediri, dari taman bunga matahari yang terkenal disana. Beruntungnya, salah satu pengelolanya akan mampir kesini untuk jelaskan tata cara budidayanya langsung. Keren kan!” kata Eko.
“Waaah, hebat! Aku ikut ya bertemu dan mengobrol. Pasti ia sangat ahli. Siapa namanya? Akan datang kapan?” tanya Ira bersemangat.
“Besok Ra… Hmmm… namanya siapa, ya? Aku lupa, hehe,” jawab Eko sambil menggaruk-garuk kepala.
Esok paginya, Ira membereskan meja demi meja. Kedai makanannya akan buka pukul 10.00 dan tamu dari Kediri akan datang pukul sebelas. Ira meletakkan vas botol bening dengan bunga matahari kuning cantik di setiap meja makan. Suasana bunga matahari memang kental sekali di kedai ini.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR