Hatschibulla adalah tukang sihir. Ia tinggal di puncak gunung bersama Burung Gagak Merah. Hatschibulla terkenal sebagai tukang sihir yang paling jahat dan nakal. Ia sering menyihir manusia dan binatang-bintang menjadi teko, gelas, dan piring.
Pada suatu malam, Hatschibulla tak dapat tidur. Ia berjalan ke sana ke mari, tak tahu apa yang harus dikerjakannya. Hatschibulla mulai kesal.
“Grrr,” terdengar dengkur Burung Gagak Merah.
“Huh! Enak saja tidur. Ayo bangun! Ayo!” Hatschibulla membangunkan Burung Gagak Merah.
Burung Gagak Merah yang sedang tidur pulas tetap saja tertidur.
“Ayo bangun! Akan kusihir kau menjadi….,” ancam Hatschibulla.
Mendengar ucapan itu, Burung Gagak merah takut sekali. Ia segera bangun.
“Aaa… Ada apa Hatschibulla?” tanyanya terkantuk-kantuk.
:Cepat katakan apa yang sebaiknya aku lakukan malam ini?” tanya Hatschibulla dengan kasar.
“Ya ya… Tunggu dulu. Aku, kan, harus berpikir dulu,” jawab Burung Gagak Merah.
Burung Gagak Merah melihat ke sekelilingnya. Ia tak tahu apa yang harus dijawabnya. Tiba-tiba ia melihat bintang yang sedang menari-nari di langit.
“Aku tahu sekarang. Bagaimana kalau kau mengambil bintang-bintang yang ada di langit, kemudian kau simpan dalam guci antikmu. Wah, pasti rumahmu akan gemerlap oleh cahaya bintang,” usul Burung Gagak Merah.
“Haaa…. Haaaa! Ternyata kau emmang sahabatku yang paling cerdik. Ayo kira ke sana sekarang juga,” ajak Hatschibulla.
Hatschibulla dan Burung Gagak Merah lalu pergi ke angkasa. Kebetulan pada saat itu Bulan tak ada di tempat. Jadi Hatschibulla dapat dengan leluasa mengambil bintang-bintang itu. Kemudian Burung Gagak Merah memasukkannya ke dalam guci.
“Horeee, aku punya banyak bintang,” seru Hatschibulla kesenangan. “Ayo kita pulang sekarang.”
Setibanya di rumah, Hatschibulla yang kelelahan segera tertidur. Demikian juga dengan Burung Gagak Merah.
Sementara itu, Bulan di angkasa marah-marah karena bintang-bintang tidak ada di tempatnya.
“Antaris, Barnard, Kanopus, Kapela!” teriak Bulan. Namun, tidak ada jawaban.
Bulan lalu berjalan ke sana kemari mencari bintang-bintang, tapi tak ada juga. Tiba-tia ia melihat Antaris ada di tong sampah di dekat rumah Hatschibulla.
Bulan pun mendekati Antaris, “Kau ini nakal sekali. Sudah diperingatkan jangan suka pergi-pergi.”
“Tapi, aku tidak pergi, Bu. Kami diculik oleh Hatschibulla. Kanopus dan yang lainnya sekarang disembunyikan di guci. Untung saja aku bisa melarikan diri,” kata Antaris menceritakan kisahnya.
“Lagi-lagi Hatschibulla membuat ulah. Lihat nanti akan kuhukum dia!” ujar Bulan dengan kesal.
Dengan ditemani oleh Antaris, Bulan lalu membebaskan anak-anaknya. Olala, betapa kotornya badan mereka. Tentu saja mereka kotor. Guci itu tidak pernah dibersihkan oleh Hatschibulla.
“Ayo, anak-anak mandi dulu!” Bulan menyuruh anak-anaknya mandi di laut.
Setelah selesai, mereka kembali ke angkasa. Bulan dan bintang-bintang kini menyinari Bumi kembali.
“Hatschibulla harus kuhukum. Tapi hukuman apa yang pantas untuknya?” tanya Bulan pada bintang-bintang.
“Yang paling tepat kalau Ibu memusnahkan kekuatan sihirnya. Bukankah dia sudah ering merugikan orang, binatang dan masih banyak lainnya,” ujar Kapela.
“Ya, ya! Betul, Ma!” seru yang lain.
Bulan pun seruju dengan usul Kapela. Ia lalu memusnahkan kekuatan sihir Hatschibulla.
Kini Hatschibulla tidak dapat menyihir lagi. Semua yang pernah disihirnya kembali ke asalnya. Ada manusia, rusa, kambing, dan kucing. Mereka semua bergembira ria, dapat bebas dari Hatschibulla si tukang sihir jahat.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Cis.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR