(Bagian 1)
Kejadian ini terjadi di masa lampau. Dahulu kala, di sebuah desa kecil di Rusia, hiduplah seorang petani yang mempunyai tiga putra. Dua putra pertamanya dikenal sebagai anak yang pintar. Namun putra bungsunya yang bernama Vanja, dianggap bodoh oleh kedua kakaknya. Kedua kakak Vanja sangat suka berpesta bersenang-senang. Sementara Vanja selalu bekerja keras.
Suatu hari, Raja Rusia dari mengumumkan dari istananya di pusat kota. Katanya, ia akan mengizinkan putrinya menikah dengan pria yang bisa menjemputnya dengan kapal terbang. Ya, sebuah kapal yang bisa terbang udara.
Kedua kakak beradik yang pintar itu memutuskan untuk pergi menemui putri di istananya. Mereka berharap bisa menemukan kapal terbang dalam perjalanan menuju istana. Ibu mereka menyiapkan beberapa roti dan kue untuk bekal.
Di perjalanan, kakak beradik itu bertemu seorang kakek.
“Anak-anak muda, tolong berikan aku sedikit makanan. Aku tidak makan apapun selama dua hari ini.”
“Kami tidak punya apa pun yang bisa kamu makan,” jawab mereka kasar.
“Aku hanya perlu sepotong roti. Apa yang ada dalam bungkusanmu itu?”
“Kami mengumpulkan kayu pohon cemara.”
Kakek tua itu tersenyum sedih, lalu berjalan lagi.
Beberapa lama kemudian, saat kedua kakak beradik itu lapar dan membuka bungkusan bekal mereka. Aneh! Makanan mereka hilang. Yang dalam bungkusan bekal mereka hanyalah potongan ranting dari pohon cemara! Mereka berdua pun kembali ke rumah. Letak pusat kota cukup jauh dari desa mereka. Mereka tak mungkin sampai di sana tanpa bekal sedikitpun.
Keesokan harinya, giliran Vanja yang ingin mencoba pergi ke istana raja. Ibunya tidak memberikannya bekal kue dan roti agar Vanja tidak jadi pergi. Karena Vanja dianggap bodoh, ibunya khawatir Vanja akan ditipu orang di tengah jalan. Namun Vanja tetap bertekat untuk pergi. Dia akhirnya membawa remah-remah roti yang keras yang tersisa di dapur.
Di perjalanan, Vanja bertemu orang tua yang ditemui oleh kakak-kakaknya sebelumnya.
“Anak muda, tolong berikan aku sedikit makanan. Aku sudah tidak makan selama tiga hari,” kata kakek itu.
“Boleh, Kek. Tetapi aku hanya punya remahan roti yang keras,” kata Vanja.
“Tidak apa-apa. Kalau orang sangat lapar, remahan roti pun akan sangat nikmat.”
Vanja pun membuka tempat bekalnya. Namun betapa terkejutnya ia melihat isi tempat bekalnya. Remahan rotinya telah berubah menjadi kue dan roti hangat seperti baru matang dari oven! Mereka berdua pun menikmati makanan itu.
Kemudian, kakek tua itu bertanya, “Kamu ingin kemana, Vanja?”
“Raja mengumumkan kalau ia akan memperbolehkan putrinya menikah dengan pria yang bisa menjemputnya dengan kapal terbang. Aku hanya ingin mencoba. Siapa tahu aku beruntung.”
“Mana kapal terbangmu?” tanya kakek itu
“Aku tidak punya, Kek.”
“Kalau begitu, dengarkan nasihatku! Saat kau tiba di hutan, pukul pohon pertama yang kau lihat dengan sebuah tongkat. Setelah itu, cepat-cepatlah tiarap ke tanah, dan letakkan wajahmu menghadap ke tanah. Kapal terbang itu akan terbentuk dengan sendirinya. Setelah itu, terbanglah ke istana raja, dan berikan tumpangan kepada siapapun yang kau lihat di perjalanan. Kau mengerti?”
Vanja mengangguk mengerti. Kakek tua itu seketika menghilang.
Vanja melanjutkan perjalanannya. Tak lama, ia menemukan hutan. Ia langsung mengikuti saran kakek itu. Ia memukul pohon pertama dengan tongkat, kemudian buru-buru tiarap dengan wajah yang dibenamkan ke tanah.
Beberapa saat kemudian, terdengarlah bunyi-bunyi kapak yang menebang pohon, gergaji, dentuman… Dan tak lama kemudian, ketika ia mengangkat wajahnya, ia melihat sebuah kapal terbang muncul di depannya. Ia pun masuk ke dalam kapal itu, dan langsung terbang ke istana Raja Rusia.
Di perjalanan, Vanja melihat seorang pemuda melompat-lompat, berjalan dengan satu kaki.
“Kenapa kamu tidak berjalan dengan kedua kakimu?” teriak Vanja sambil merendahkan pesawatnya.
“Jika aku berjalan dengan kedua kakiku, aku bisa melompat sejauh setengah dunia hanya dengan satu lompatan saja,” jawab pemuda itu.
“Kalau begitu, mari naiklah kemari, Pelompat,” kata Vanja.
Kini, ada si Pelompat di kapal terbang Vanja. Tak jauh dari situ, Vanja melihat seorang pemuda yang sedang membidik dengan senjatanya. Namun tidak tampak apa yang dibidiknya.
“Hei, kamu sedang membidik apa?” tanya Vanja
“Aku sedang membidik burung kecil di puncak gunung sana,” kata pemuda itu.
“Hey, mari naiklah, Si Mata Tajam!” ajak Vanja.
Mereka pun melanjutkan perjalanan. Beberapa saat kemudian, Vanja melihat seorang pemuda sedang menempelkan telinganya ke tanah.
“Hei, apa yang kamu dengar disana?” tanya Vanja.
“Aku sedang mendengar rumput-rumput yang bertumbuh. Pendengaranku sangat tajam,” kata orang itu.
“Baiklah, mari naiklah! Si Telinga Tajam,” ajak Vanja lagi.
Mereka berempat melanjutkan perjalanan lagi. Mereka melihat seorang pemuda sedang menarik satu gerobak penuh dengan roti. Ia tampak tergesa-gesa.
“Hei, mengapa kau tergesa-gesa?” tanya Vanja.
“Aku kelaparan,” jawab pemuda itu.
“Tetapi kau membawa banyak roti,” kata Vanja heran.
“Ini tidak cukup. Aku biasa memakan dua puluh gerobak roti dalam sekali makan,” jawab pemuda itu.
“Ha ha, baiklah. Mari naik kemari, Pelahap. Tapi jangan makan kita semua, ya!” canda Vanja sambil tertawa.
Mereka berlima melanjutkan perjalanan lagi. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang pemuda berdiri di tepi kolam.
“Hey, apa yang kamu lakukan disana?” tanya Vanja.
“Aku sedang sangat haus,” jawab pemuda itu.
“Kalau begitu, mengapa kau tidak meminum air di kolam itu?”
“Aku bisa menyedot satu lautan dalam sekali teguk. Tetapi air laut terlalu asin, aku tidak suka. Dan kolam ini juga terlalu sedikit untukku.”
“Baiklah kalau begitu, naiklah kemari, Peminum!” ajak Vanja.
Mereka kini berenam. Di perjalanan, mereka melihat seorang pemuda lagi yang tampak seperti sedang mengunyah topi tentaranya.
“Hey, kamu tidak akan memakan topimu bukan?” canda Vanja.
“Tentu saja tidak. Aku sedang menutup mulutku. Nafas dari mulutku sangat dingin, dan dapat membuat beku apapun yang ada di sekitarku!” jawab pemuda itu.
“Baiklah kalau begitu. Naiklah kemari, Manusia Es!” ajak Vanja.
Perjalanan mereka semakin dekat ke istana. Kemudian, mereka melihat seorang pemuda sedang memegang drum yang diikat di perutnya.
“Hey, pemain drum. Tabuhlah drummu itu!” kata Vanja.
“Jangan. Karena selama aku menabuh drumku, aku bisa memunculkan tentara, dan semua tentara akan langsung baris berbaris dengan sendirinya.”
“Baiklah, naiklah kemari. Penabuh Drum!” ajak Vanja.
Beberapa menit kemudian, pesawat mereka mendarat di halaman istana. Raja Rusia terkejut melihat ada pria yang benar-benar memiliki kapal terbang dan datang menjemput putrinya.
(Bagian 2)
Sayangnya, tugas Vanja belum selesai walau ia datang membawa kapal terbang. Raja Rusia tidak menepati janjinya karena melihat Vanja hanyalah rakyat desa biasa. Ia ingin putrinya dilamar oleh seorang pangeran. Maka Raja Rusia lalu memberikan Vajna beberapa ujian lagi.
“Ujianku yang berikutnya ini sangat sulit. Mungkin kau akan membatalkan keinginanmu untuk melamar putriku,” kata Raja Rusia. Sang Raja lalu berbisik sendiri dan tidak terdengar oleh siapapun.
“Apakah kau tahu, apa yang barusan kuucapkan?” tanya Raja Rusia.
Si Telinga Tajam tentu saja bisa mendengar bisikan Raja Rusia. Ia memberi tahu Vanja,
“Raja Rusia berkata; Kalian pasti sangat lapar dan haus. Aku sudah menyiapkan berlimpah makanan. Kalau tidak habis, kamu akan gagal.”
Vanja dan ketujuh teman barunya lalu dibawa ke ruangan makan istana. Puluhan ayam panggang, kue, roti, dan puluhan galon jus buah sudah tersedia. Untunglah, Si Pelahap dan Si Peminum langsung menghabiskannya semua hidangan tanpa sisa.
Raja Rusia tercengang karena kalah lagi. Ia berkata, “Baiklah. Karena sekarang kamu sudah selesai makan, sekarang tolong ambilkan aku sebutir apel emas. Apel emas itu tumbuh di pohon emas yang berada seribu mil dari sini. Aku ingin kamu sudah kembali di sore hari nanti.”
Itu tugas yang mudah bagi Si Pelompat. Ia segera menurunkan sebelah kakinya. Dalam sekali lompatan, ia berhasil melewati seribu mil dan tiba di tempat pohon emas itu. Ia lalu memetik sebutir apel emas.
Karena hal itu mudah baginya, dan hari masih pagi, Si Pelompat lalu tidur di bawah pohon. Namun, ia tidur begitu nyenyak sampai belum bangun saat hari menjelang sore.
Vanja mulai cemas. “Apa yang kira-kira terjadi kepada Si Pelompat?”
“Jangan khawatir,” kata Si Mata Tajam.
Ia memicingkan matanya dan melihat ke arah yang jauh. Si Mata Tajam melihat Si Pelompat tertidur di bawah pohon emas. Ia pun mengambil senapannya dan menembak ke arah pohon emas itu. Dor! Peluru dari senapannya tepat mengenai sebutir apel emas di pohon itu.
PLUK! Apel itu jatuh mengenai wajah Si Pelompat. Si Pelompat pun terbangun, mengambil apel emasnya dan melompat kembali ke istana dalam sekali lompatan.
“Aku tidak akan membiarkan pemuda bernama Vanja itu menikahi putriku. Aku akan memasukkan dia dan teman-temannya ke bara api! Cepat siapkan api besar!” kata Raja Rusia kepada pasukannya.
Si Telinga Tajam mendengar kata-kata Raja Rusia. Pasukan Raja Rusia sudah menyiapkan api besar. Vanja dan teman-temannya siapkan dilemparkan ke dalamnya. Namun, Si Manusia Es langsung menghembuskan nafas esnya ke bara api itu sehingga semuanya beku.
Raja Rusia berkata lagi pada pasukannya, “Aku akan pura-pura memberikan putriku. Tetapi ketika mereka sampai di kapal terbang mereka, kalian langsung serang mereka. Mereka pasti tidak siap diserang mendadak!”
Sekali lagi Si Telinga Tajam mendengar hal itu, dan langsung berbisik kepada Si Penabuh Drum untuk bersiap-siap menabuh drumnya.
Raja pun menyerahkan putrinya kepada Vanja. Mereka diarak ke kapal terbang Vanja. Si Penabuh Drum langsung menabuh drumnya. Begitu tentara Raja Rusia menyerang, tentara-tentara lain keluar dari drum milik Si Penabuh Drum. Perang pun terjadi!
Tentara Raja Rusia kalah karena tentara milik Si Penabuh Drum sangat banyak. Tentara-tentara itu tidak berhenti keluar dari drum selama drum terus ditabuh. Raja Rusia akhirnya menyerah kalah. Ia menyerahkan kerajaannya pada Vanja dan putrinya. Ketujuh teman Vanja diangkat menjadi penasihat raja. Mereka sangat setia dan hidup bahagia di kerajaan itu dengan Vanja sebagai raja mereka.
Teks: Dok. Majalah Bobo / Adaptasi Dongeng Rusia
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR