Dahulu kala, ada seorang kakek yang tinggal di pondok di kaki gunung Fuji. Namanya Fujimoto. Ia hidup miskin bersama istrinya. Mereka mendapat uang dengan menjual keranjang anyaman bambu hasil karya mereka sendiri.
Suatu hari, seperti biasa, Kakek Fujimoto pergi ke hutan. Ketika sedang mencari bambu, ia melihat ada yang berkilau di semak-semak. Ia segera mendekat dengan rasa penasaran. Ternyata kilauan itu datang dari cahaya yang keluar dari sebatang bambu.
Kakek Fujimoto segera memotong bambu itu. Betapa terkejutnya Kakek Fujimoto ketika melihat isi rongga bambu itu. Tampak seorang bayi yang sangat mungil dan cantik terbaring di sana. Kakek Fujimoto sangat girang.
“Sudah selama lima puluh tahun aku selalu datang ke hutan ini mencari bambu,” gumamnya, “Namun baru kali ini aku menemukan keajaiban seperti ini!”
Dengan hati-hati, ia memindahkan bayi itu ke telapak tangannya. Lalu berjalan pulang secepat mungkin.
Nenek Fujimoto mendelik kaget melihat bayi mungil yang sangat cantik itu.
“Akhinya, kita tidak hanya berdua saja,” ujar Nenek Fujimoto bahagia dan terharu.
Ia lalu meletakkan bayi itu di keranjang bambu yang berlapis kain lembut. Dari waktu ke waktu, mereka memelihara bayi perempuan itu bagai anak sendiri. Anehnya, bayi itu tumbuh sangat cepat. Hanya dalam beberapa bulan saja, tubuhnya sudah beranjak besar bagai gadis berusia 16 tahun.
Kakek dan Nenek Fujimoto menamakan gadis itu Putri Bambu. Mereka sangat mengagumi kecantikan anak gadis dari batang bambu itu. Selain cantik, Putri Bambu sangat rendah hati. Ia membantu membereskan rumah, menanam bunga di halaman, dan memasak makanan.
Sementara itu, Kakek Fujimoto tetap melakukan kegiatannya seperti biasa. Setiap hari, ia pergi ke hutan mencari bambu. Bedanya, setiap kali ia membawa batang bambu ke rumah dan membelahnya, ia selalu menemukan sepotong emas di dalamnya. Kehidupan Kakek dan Nenek Fujimoto pun semakin membaik.
Selama satu tahun itu, kehidupan mereka sangat bahagia. Dan pada suatu hari, datanglah beberapa pengawal kerajaan Raja Muda ke hutan itu. Raja Muda sedang mencari gadis tercantik di wilayah kerajaannya untuk ia jadikan permaisuri. Pengawal kerajaan sudah mendatangi beberapa pelosok kota dan desa, namun belum menemukan gadis yang cocok bagi Raja Muda.
Hari itu, mereka tiba di desa tepi hutan dekat rumah Kakek Fujimoto. Karena hari sudah malam, pengawal-pengawal itu meminta ijin pada Kakek Fujimoto untuk menginap di rumah sang kakek. Tentu saja Kakek Fujimoto mengijinkan dengan hati gembira. Lagipula, rumahnya kini sudah besar dan layak untuk menerima tamu kerajaan.
Kakek dan Nenek Fujimoto menyambut mereka dengan ramah, juga memberi makan dan tempat tidur. Akan tetapi, malam itu, para pengawal tidak bisa tidur karena rumah itu cukup terang. Ketika keluar dari kamar, mereka melihat cahaya itu berasal dari salah satu kamar di rumah Kakek Fujimoto. Mereka mengira ada bulan yang bersembunyi di situ.
Besok paginya, mereka bertanya pada Kakek dan Nenek Fujimoto.
“Cahaya bulan dari kamar itu sangat terang,” kata kedua pengawal.
“Itu bukan cahaya bulan,” kata Kakek.
“Itu cahaya dari wajah putriku, si Putri Bambu,” kata Nenek bangga.
Pengawal-pengawal itu sangat terkejut. Mereka ingin melihat Putri Bambu. Maka Nenek Fujimoto memanggil Putri Bambu agar keluar dari kamarnya. Kedua pengawal itu terpukau akan kecantikan Putri Bambu.
“Kakek, Nenek, Raja Muda sedang mencari gadis cantik untuk ia jadikan permaisuri. Kami yakin, Putri Bambu cocok untuk menjadi permaisurinya. Kami sudah berkeliling ke beberapa kota dan desa, namun tak ada yang secantik putrimu,” kata salah satu pengawal itu.
“Sekarang, kami berpamitan dulu untuk melapor pada Raja Muda. Nanti, kami akan kembali lagi untuk menjemput Putri Bambu,” kata pengawal yang lain.
Mereka lalu pergi dengan tergesa kembali ke istana Raja Muda. Mereka bercerita tentang gadis cantik yang tinggal di desa di kaki gunung Fuji. Raja Muda sangat gembira mendengar kabar ini.
“Aku harus menjemput sendiri putri cantik itu,” kata Raja Muda. Ia lalu mengajak pengawalnya bergegas ke desa di kaki gunung Fuji.
Sebenarnya, Putri Bambu saat itu sudah tak ada di desa itu. Pada saat pengawal Raja Muda pergi, Putri Bambu berpamitan pada Kakek dan Nenek Fujimoto.
“Aku tak akan pernah lupa akan cinta Kakek dan Nenek padaku. Tapi ini waktunya kita berpisah. Aku harus kembali ke puncak gunung Fuji, karena di sanalah tempatku. Aku adalah Putri Bulan. Kakek dan Nenek jangan bersedih, karena aku akan datang menengok Kakek dan Nenek lagi…”
Sepasang orang tua itu sangat sedih dan menangis. Mereka berusaha menahan Putri Bambu, namun Putri Bambu berkata ia harus pergi. Setelah itu, Putri Bambu pun menghilang.
Ketika Raja Muda dan pengawalnya tiba di rumah Kakek dan Nenek Fujimoto, Putri Bambu sudah tak ada.
“Putriku sudah pergi ke puncak gunung Fuji. Kami tak bisa menahannya,” kata Kakek Fujimoto sambil menangis.
Raja Muda sangat sedih.
“Kek, tolong antarkan aku ke gunung Fuji,” kata Raja Muda.
“Tapi Yang Mulia, perjalanan ke sana pasti sangat berat. Apalagi, di puncak gunung Fuji ada salju yang sangat dingin.”
Raja Muda tetap bertekad untuk bertemu Putri Bambu. Perjalanan menuju puncak gunung sangat sulit. Beberapa kali mereka beristirahat. Raja Muda tak mau menyerah. Namun di perhentian yang kelima, Kakek Fujimoto kelelahan dan tak bisa melanjutkan perjalanan.
Raja Muda melepaskan mahkota di kepalanya, dan meletakkannya di atas sebuah batu. Ia lalu mendaki ke puncak gunung sendirian. Saat hari mulai gelap, Raja Muda akhirnya tiba di puncak, dan di sana ternyata terdapat sebuah gua.
Putri Bambu keluar dari gua dan menyambut Raja Muda. Cahaya wajahnya bagai cahaya bulan yang terang dan sejuk. Ya, sebab dia adalah Putri Bulan.
“Kalau kau memang ingin bersamaku, tinggallah di istanaku di dalam gua. Aku harus tetap berada di puncak gunung ini, sebab aku adalah Putri Bulan,”
Raja Muda mengangguk dan tetap terpukau pada kecantikan sang putri yang bercahaya indah bagai lukisan. Ia pun mengikuti Putri Bulan masuk ke dalam gua. Dan sejak itu, tak ada orang pernah melihat Raja Muda lagi.
Kakek Fujimoto kembali ke desanya dan menceritakan kisah ini pada penduduk desa. Kisah tentang Putri Bambu dan Raja Muda. Kisah itu masih sering diceritakan sampai saat ini, terutama saat penduduk melihat bulan purnama muncul di puncak gunung Fuji.
Teks: Dok. Majalah Bobo / Dongeng Jepang
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR