Bobo.id - Dalam pesta pernikahan adat Minangkabau, ada beberapa benda yang menjadi ciri khas.
Mulai dari baju kurung, hingga suntiang yang merupakan hiasan cantik di atas kepala Anak Daro (pengantin perempuan).
Apa, sih, suntiang itu? Yuk, kita simak!
BACA JUGA: Sate Padang, Makanan Minang yang Tak Kalah Enak
Makna Suntiang
Suntiang dalam adat Minang sekaligus menjadi lambang beratnya tanggung jawab yang akan diemban seorang perempuan setelah menikah.
Suntiang berasal dari daerah Padang dan Pariaman.
Hiasan yang diletakkan di atas kepala pengantin perempuan ini memiliki tingkatan lebih dari satu dan jumlahnya harus ganjil.
Rata-rata masyarakat Minangkabau menggunakan suntiang tujuh tingkat untuk hiasan kepala pengantin perempuan, tapi ada pula yang lebih.
Sedangkan tingkatan yang lebih sedikit digunakan untuk hiasan kepala pasumandan atau pendamping pengantin perempuan, disebut juga sebagai suntiang ketek.
BACA JUGA: Randai, Permainan Khas Minang yang Menggabungkan Silat dan Musik
Berbeda di Tiap Daerah
Semua masyarakat Minang memang menggunakan suntiang untuk upacara pernikahan adat mereka.
Namun, tiap daerah di Sumatra Barat memiliki perbedaan-perbedaan tertentu dalam menyusun rangkaian suntiang.
Misalnya suntiang yang berasal dari Solok dirangkai tanpa kawat.
Ada pula suntiang yang sekaligus memiliki mahkota, ini biasanya berasal dari Tanah Datar.
Suntiang Kambang asal Pariaman adalah yang paling sering digunakan.
BACA JUGA: Selain Minangkabau, Ada Suku Lain yang Menganut Garis Ibu
Susunan Sebuah Suntiang
Sebuah suntiang terdiri dari berbagai jenis benda yang dihias sedemikian rupa sehingga bisa membentuk satu kesatuan yang indah.
Ada bungo sarunai, yang biasa disusun hingga lima lapis.
Kemudian ada bungo gadang yang juga terdiri antara tiga sampai lima lapis.
Sedangkan hiasan yang berada paling atas adalah kembang goyang.
Ada pula hiasan yang diatur sehingga tampak jatuh di sebelah kanan dan kiri wajah Anak Daro.
Bagian ini disebut sebagai kote-kote.
BACA JUGA: Pakaian Adat Minang, Limpapeh Rumah nan Gadang
Mulanya Terbuat dari Besi dan Aluminium
Pada masa lalu, suntiang adalah benda yang sangat berat untuk dikenakan di atas kepala.
Apalagi seorang pengantin harus mengenakannya selama berjam-jam hingga pesta pernikahan selesai.
Berat sebuah suntiang gadang bisa mencapai lima kilogram.
Namun, seiring perkembangannya kini banyak suntiang gadang yang tidak terlalu berat.
Dengan begitu, suntiang bisa lebih nyaman ketika dikenakan di atas kepala pengantin perempuan.
BACA JUGA: Teh Talua, Minuman Favorit Bangsawan Minang
Teks: Petronela Putri
Lihat video ini juga, yuk!
Penulis | : | Cirana Merisa |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR