Nah, kerbau-kerbau yang sekarang ada di Keraton Solo adalah keturunan dari Kerbau Kyai Slamet ini, teman-teman.
Uniknya, kirab Malam Satu Suro dijalankan sesuai kemauan si Kerbau! Hihi..
Makanya, biasanya kirab tersebut dimulai tengah malam, saat Kerbau Bule sudah mau ke luar dari kandangnya.
Tapi kenapa sih kok Kerbau Bule ini yang harus menjadi tokoh utama ritual tersebut?
Menurut Sasono Pustoko Keraton Surakarta Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger, tradisi ini muncul pada awal Kerajaan Mataram Islam.
Pada masa itu, kerbau dan pusaka diartikan sebagai simbol keselamatan.
Sementara, pada awal Kerajaan Mataram Islam, ada pusaka dan kerbau yang juga dinamai Kyai Slamet, yang hanya dikeluarkan pada masa genting seperti bencana alam atau wabah penyakit.
Nah, makanya, lewat kirab pusaka dan kerbau tersebut, ada harapan agar Tuhan memberikan keselamatan dan kekuatan pada masyarakat.
Baca Juga : Perpaduan Budaya Tionghoa dan Jawa, Inilah Kisah si Lumpia Semarang
Kerbau dan Masyarakat Jawa
Menurut Bapak Sudarmono, sejarawan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, kerbau memiliki ikatan yang erat dengan sejarah kerajaan di Jawa.
Di Kerajaan Demak, misalnya, ada juga cerita tentang Kerbau yang tidak bisa dikalahkan oleh prajurit kerajaan.
Kerbau itu akhirnya dikalahkan oleh Jaka Tingkir.
Kerbau juga menjadi simbol kekuatan petani, teman-teman.
Adanya kerbau dalam kirab juga menyiratkan masyarakat Jawa yang banyak berprofesi sebagai petani.
Menurut beliau, kerbau Kyai Slamet adalah visi dari Raja Keraton Kasunanan pada masa itu untuk mewujudkan keselamatan, kemakmuran dan rasa aman bagi masyarakatnya.
Seru, ya, mengenali budaya daerah yang ada di Indonesia!
Baca Juga : Cerita Siti dan Misi Penyelamatan Hiu Paus di Indonesia
Yuk, kita lihat video ini!
Source | : | perpusnas.go.id |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR