Bobo.id - Bagian inti Bumi masih menjadi hal yang terus diteliti oleh para ahli, karena mereka ingin mengetahui bentuk inti Bumi, apakah berbentuk cair atau padat.
Sekitar satu abad yang lalu, para ahli menduga bahwa Bumi memiliki inti dalam yang lengket dan terbuat dari logam cair.
Tapi pada tahun 1930-an, dugaan itu berubah, nih, setelah seorang ahli seismologi Denmark, Inge Lehmann melihat adanya tanda-tanda gelombang kompresi.
Gelombang kompresi adalah gelombang yang mendorong bolak-balik melalui tubuh planet.
Baca Juga : Balon NASA Memotret Fenomena Awan Biru Elektrik, Apa Artinya, Ya?
Menurut Lehmann, pola itu menunjukkan kemungkinan besar kalau gelombang tersebut dipantulkan dari pusat Bumi yang padat.
Selain padat, Lehmann juga mengatakan kalau inti dalam Bumi kokoh, berukuran sekitar 3/4 ukuran bulan, serta terbuat dari besi dan nikel.
Inti Bumi juga diperkirakan mempunyai suhu yang sama panasnya dengan suhu matahari, lo.
Penemuan Lehmann ini didukung oleh penelitian lainnya yang mengatakan inti Bumi berbentuk padat, walaupun tidak sekokoh yang dikatakan Lehmann.
Penelitian lanjutan ini dilakukan oleh Australian National University (ANU) dengan cara menganalisis gelombang seismik beramplitudo rendah yang bernama J-phase.
J-phase adalah sejenis gelombang yang dapat melewati inti dalam planet.
Dengan menggunakan metode ini, peneliti bisa mendeteksi gelombang sesimik pelan yang dapat mengungkapkan lapisan bumi terdalam secara detail, nih.
Namun usaha yang dilakukan para peneliti ini punya hambatan, lo, karena para peneliti hampir tidak bisa menggali kerak Bumi lebih dalam lagi.
Baca Juga : Galaksi Messier 77, Pernah Dikira Sebagai Nebula
Lubang terdalam yang pernah digali manusia adalah Kola Superdeep Borehole yang berada di Rusia dan mencapai kedalaman 12 kilometer.
Lubang tersebut tidak cukup untuk mengungkapkan apa yang ada di ribuan kilometer lainnya setelah lapisan kerak Bumi.
Penelitian inti dalam Bumi ini penting dilakukan, lo, karena dengan memahami inti bumi, para ahli bisa melakukan pemeliharaan di bidang geomagnetik.
Karena tanpa medan geomagnetik, tidak akan ada kehidupan di permukaan Bumi, lo.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR