Lumpia semarang (atau loenpia semarang) adalah makanan semacam rollade yang berisi rebung, telur, daging ayam, atau udang. Makanan khas kota Semarang ini ternyata memiliki kisah menarik.
Perpaduan Tionghoa dan Jawa
Lumpia hadir pertama kali pada abad ke 19 dan merupakan salah satu contoh perpaduan budaya asli Tiong Hoa – Jawa yang serasi dalam cita rasa.
Makanan ini pertama kali dibuat oleh seorang keturunan Tionghoa yang menikah dengan orang Indonesia dan menetap di Semarang, Jawa Tengah.
Makanan ini mulai dijajakan dan dikenal di Semarang ketika pesta olahraga GANEFO diselenggarakan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno
Cerita Cinta di Balik Lumpia
Semua bermula dari saat Tjoa Thay Joe yang lahir di Fujian memutuskan untuk tinggal dan menetap di Semarang dengan membuka bisnis makanan khas Tiong hoa.
Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Mbak Wasih, orang asli Jawa yang juga berjualan makanan yang rasanya manis, berisi kentang, dan juga udang. Seiring bejalan waktu, mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah.
Bisnis yang dijalankan pun akhirnya menjadi satu dengan perubahan yang melengkapi kesempurnaan rasa makanan lintas budaya Tiong Hoa – Jawa. Isi dari kulit lumpia dirubah menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung serta dibungkus dengan kulit lumpia.
Dipasarkan di Olympia Park
Jajanan ini biasanya dipasarkan di Olympia Park, pasar malam Belanda tempat biasa mereka berjualan berdua. Oleh karena itu makanan ini dikenal dengan nama "lumpia".
Keunggulannya adalah udang dan telurnya yang tidak amis, rebungnya juga manis, serta kulit lumia yang renyah jika digoreng. Usahanya makin besar, hingga dapat diteruskan oleh anak anaknya dan keturunan selanjutnya sampai sekarang.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR