Kutu Buku meminjam setumpuk buku dari perpustakaan. Hei, apa itu? Selembar kertas melayang. “Wah, peta harta!” seru Kutu Buku kegirangan. “Rasanya aku mengenal rumah ini.”
“Lo, ini kan loteng rumah Bobo!” Kutu Buku langsung berlari ke rumah Bobo. “Bobo, ada harta karun di rumahmu!” seru Kutu Buku sambil terengah-engah. Wah, Bobo jadi ikut bersemangat!
“Delapan langkah ke utara,” kata Bobo sambil mendorong kursi tua. “Ugh, berat sekali!” Kutu Buku mengetuk-ngetuk dinding kayu. “Siapa tahu ada rongga di balik dinding ini.”
“Harta ada di dalam ruang empuk yang nyaman. Hmm, apa maksudnya?” gumam Bobo. “Aha! Kursi tua!” seru Kutu Buku. “Kursi kan empuk dan nyaman kalau kita duduki. Lihat! Ada rongganya!”
“Wow, peti harta!” mata Bobo bersinar. “Pasti isinya perhiasan emas!” Kutu Buku membelalakkan matanya. “Atau koin-koin kuno peninggalan kakek buyut kita!”
Kotak dibuka. Jreeeng! Bobo dan Kutu Buku saling berpandangan dengan tampang bingung. “Kok isinya crayon dan alat-alat gambar? Harta karun siapa ini?”
“Oh, kalian telah menemukannya!” seru Coreng tiba-tiba. “Aku kehilangan peta hartaku. Ini hadiah ulang tahun dari Nenek. Aku simpan supaya tidak diambil Cimut,” jelas Coreng.
Sreeet.. sreeet... Coreng sibuk menggambar apa, ya? “Ini hadiah untuk para penemu harta karun,” kata Coreng. Aduh, cantiknya! “Harta karun yang sangat berharga!” seru Kutu Buku.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vero. Ilustrasi: Rudi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR