Letusan Gunung Agung Menjadi Kabar Bahagia untuk NASA, Apa Sebabnya?

By Tyas Wening, Jumat, 11 Januari 2019 | 18:44 WIB
Letusan Gunung Agung (AFP PHOTO/SONNY TUMBELAKA)

Meletusnya Gunung Tambora pada tahun 1815 bahkan menyebabkan musim dingin di Albany, New York terjadi selama setahun dan bencana kelaparan terjadi di berbagai tempat.

Nah, peneliti menganggap letusan Gunung Agung bisa diteliti apakah bisa memengaruhi iklim seperti letusan Gunung Tambora.

Penelitian terhadapa Gunung Agung ini bermula pada tahun 1991 saat peneliti sedang meneliti Gunung Pinatubo di Filipina yang letusannya dianggap sebagai letusan terbesar di abad ke-20.

Gunung Pinatubo saat itu mengeluarkan satu mil kubik batu dan abu ke udara ditambah 20 juta ton gas belerang dioksida ke atmosfer.

Baca Juga : Ini 5 Tips Agar Tidak Ngiler Saat Tidur, Posisi Tidur Berpengaruh, lo!

Gas tadi menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan terjadinya reaksi kimia, teman-teman, di mana gas tadi bercampur dengan uap air dan kemudian menghasilkan tetesan super dingin yang disebut sebagai aerosol.

Aerosol ini lalu memantulkan sinar matahari dan menjauhi Bumi yang membuat suhu Bumi turun rata-rata sebanyak 1 derajat Fahrenheit selama beberapa tahun.

Ternyata, karakteristik Gunung Agung mirip dengan Gunung Pinatubo, dan hal inilah yang membuat letusan Gunung Agung menjadi kabar bahagia bagi peneliti NASA, karena Gunung Agung bisa menjadi "laboratorium" penelitian para peneliti, teman-teman.

Baca Juga : Hati-Hati Saat Bermain Kembang Api, Ini Caranya Agar Tetap Aman

Selain itu, peneliti juga berencana untuk menerbangkan balon berisi perangkat teknologi yang digunakan untuk mengukur dampak letusan di atmosfer Bumi.

Kalau Gunung Agung punya letusan yang sama besarnya seperti yang pernah terjadi pada tahun 1963, maka Gunung Agung dipastikan bisa memompa belerang dioksida ke atmosfer dalam jumlah besar, lo.