Untuk menambah nilai dari benda itu, tembikar atau keramik yang pecah disatukan kembali menggunakan logam mulia, seperti emas cair, perak cair, dan pernis yang dicampur bubuk emas.
Rupanya, ini adalah sebuah metode yang diajarkan dalam Zen Buddha, teman-teman.
Filosofi Dibalik Seni Kintsugi
Para guru Zen Buddha mempercayai bahwa periuk, cangkir, dan mangkuk tembikar atau keramik yang pecah, tidak seharusnya tidak disingkirkan begitu saja.
Seharusnya, benda-benda itu masih kita hargai dan kita perhatikan, serta dirawat dengan baik.
Saat mangkuk atau cangkir yang pecah itu kembali disatukan dengan cairan emas, perak, atau campuran pernis dan bubuk emas, maka bagian yang pecah akan jelas terlihat, teman-teman.
Menurut guru Zen Buddha, bekas pecahan itu tidak perlu disembunyikan, namun ditunjukkan bahwa bagian itu juga indah dan kuat.
Garis-garis bekas pecahan yang disatukan itu justru mengingatkan bahwa benda yang pecah juga bisa kembali indah.
Awal Mula Kintsugi
Konon, seni kintsugi ini dimulai saat Periode Muromachi, saat seorang shogun (pejabat militer) Jepang Ashikaga Yoshimitsu membetulkan cangkir tehnya yang pecah ke Tiongkok.
Baca Juga: Canggih! Yuk, Lihat Mobil Keren di Museum Toyota Kaikan Jepang dan Proses Pembuatannya