Dongeng Anak: Buah Kebaikan #MendongenguntukCerdas

By Sarah Nafisah, Kamis, 28 Mei 2020 | 21:00 WIB
(Ahmad Pramono)

Tika terdiam. Selama memakan makan siangnya, ia juga diam. Namun sesaat kemudian ia tersenyum ceria lagi. Tika melompat dan berseru,

“Bu, aku pamit ke rumah Nek Kusi dulu, ya. Tahun depan, festival di Taman Daun Semanggi pasti ada lagi. Tidak apa-apa kalau hari ini aku tidak pergi ke sana.”     

Tika mengambil rantang sup lalu buru-buru lari keluar dari pintu rumah. Ia sebetulnya merasa sangat sedih sampai ia menangis di sepanjang jalan. Namun ia tak ingin ibunya melihat ia menangis. Ia tak ingin terlihat seperti bayi yang cengeng.

Baca Juga: Sedang Diare? Hindari Makanan Ini, Bisa Memperburuk Kondisi Pencernaan Saat Diare

Langkah Tika terasa berat menuju ke rumah Nek Kusi. Nek Kusi adalah tikus tua yang sebatang kara. Ia tak punya keluarga. Nek Kusi tak pernah ceria. Ia lebih sering mengeluh. Dan sekarang, di saat ia flu berat, pasti akan lebih sering mengeluh dibanding hari biasanya. Begitu pikir Tika.

Setiba di rumah Nek Kusi, Tika buru-buru pergi ke dapur. Ia memasak air panas, lalu mengisinya di termos. Sewaktu-waktu Nek Kusi ingin teh hangat, air panas sudah tersedia. Ia juga meletakkan rantang sup, mangkuk sup, dan gelas minuman di meja makan.

Tika lalu mengambil sapu dan mulai bekerja dengan cepat tanpa mengeluarkan suara. Tak lama kemudian, rumah Nek Kusi tampak sudah rapi dengan lantai berkilat bersih.  

Terakhir, Tika pergi ke halaman dan menyapu daun-daun kering. Saat ia sedang asyik menyapu, tiba-tiba tampak benda berkilau seperti perak di antara daun-daun kering. Tika berjongkok dan memungutnya.