Apa? Aresta menyebutku si jelek? Tentu saja aku sebal mendengar obrolan kedua anak itu. Huh, mereka cuma iri padaku! Pasti karena aku lebih cantik.
Hmm, aku ingin membalas kata-kata mereka yang kasar itu. Pelan-pelan, aku mengambil sapuku. Awan-awan yang sudah kukumpulkan di sudut langit aku acak-acak lagi. Nah, sekarang awan bertebaran di mana-mana. Hihi, pasti sebentar lagi turun hujan.
Duarr! Benar saja! Petir, temanku, mulai menepukkan tangannya hingga mengeluarkan bunyi keras. Hahaha... aku tertawa melihat Aresta dan Felicia lari mencari tempat perlindungan. Aku tambah awan lagi, ah!
Duarr! Petir kembali Menepukkan tangannya. Kini, hujan rintik- rintik mulai turun. Semakin lama, semakin deras. Hahaha... aku terpingkal-pingkal melihat Aresta dan Felicia berlari dengan tubuh basah kuyup. Rasakan pembalasanku!
Ups, siapa yang datang? Oh, Dewa Matahari mendatangiku! Apa yang harus kulakukan? Aku harus bersembunyi! Aku buru-buru mengambil sapuku. Tapi, belum sempat aku berlari, Dewa Matahari sudah memegang tanganku!
"Gadis Penyapu Awan! Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu tidak melakukan tugasmu?" tanya Dewa Matahari dengan marah.
"S...ss...saya....," jawabku dengan gugup. Oh, apa yang harus kukatakan?
Tiba-tiba Dewa Matahari melihat Aresta dan Felicia yang basah kuyup.
"Siapa mereka?" tanya Dewa Matahari. Haruskah aku berterus terang? Aku pun terisak. "Aresta dan Felicia. Mereka menyebutku si jelek."
Baca Juga: Saat Pilek, Telinga Kita Terasa Sakit, Kenapa Bisa Begitu, ya?