Tapi sikap ini juga bisa berdampak baik karena terjaganya sebuah tradisi suatu budaya atau etnis tertentu.
Istilah etnosentris ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1906 oleh William Graham Sumner yang merupakan seorang Profesor Universitas Yale dibidang Ilmu Politik dan Sosial.
Ada juga yang mengartikan etnosentris sebagai penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai sosial dan strandar budaya sendiri.
Beberapa ahli juga memiliki pandangan berbeda tentang istilah etnosentris, seperti menurut Hogg etnosentris merupakan kegiatan yang melibatkan atribut internal dan eksternal dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan tiga orang tokoh yaitu Taylor, Peplau, dan Sears bersepakat menyebut etnosentris sebagai suatu hal yang mengacu pada kepercayaan kelompok masyarakat bahwa kebudayaannya selalu superiror daripada kebudayaan lainnya.
Lalu, tokoh bernama Harris juga memberikan pendapat yang sedikit berbeda tentang etnosentris. Menurutnya, etnosentris merupakan kecenderungan seseorang yang menganggap kelompoknya lebih baik dibandingkan kelompok yang lain, sehingga hal ini bisa mendorong terjadinya tidakan tidak rasional.
Pandangan tersebut akan menyebabkan munculnya pandangan, seperti kekerasan, peperangan, tawuran, dan lain sebagainya.
Karena itu, sikap etnosentris memiliki nilai yang dianggap buruk pada beberapa kelompok masyarakat berbeda yang tinggal berdekatan.
Nah, untuk mengenal tentang sikap etnosenteris ini lebih baik, berikut dampak yang ditimbulkan dari adanya sikap ini.
Dampak Etnosentris
Seperti dijelaskan sebelumnya, sikap etnosentris ini bisa memberikan dampak baik atau pun buruk pada suatu kelompok masyarakat.
Baca Juga: Apa Perbedaan Prasasti dan Artefak sebagai Peninggalan Budaya Masa Lampau?