“Kalian bingung?” tanya Tante Meta, “Sama seperti penghuni rumah saat itu. Mereka pun bingung,” kata Tante Meta.
Setelah itu Tante Meta diam. Tante Meta bahkan membeku seperti maneken. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Runi akhirnya tak sabar. Ia menarik-narik tangan Tante Meta dan meminta Tante Meta melanjutkan ceritanya, namun Tante Meta tetap diam saja.
“Itu artinya kalian harus sabar,” ujar Om Niko.
“Sabar,” bisik Rudi ke telinga Runi.
“Anak yang tidak bisa berbicara itu akhirnya mendapatkan terapi. Suara pertama yang dikeluarkannya seperti bunyi tanda orang menjual kue putu. Bagaimana bunyinya?” kata Om Niko melanjutkan cerita, sementara Tante Meta masih diam membeku.
“Uuuuuuu,” terdengar suara dari mulut Runi dan Rudi.
Kedua bersaudara itu sama-sama memonyongkan mulutnya. Om Niko tertawa terbahak-bahak melihatnya. Tante Meta yang awalnya menahan tawa akhirnya tidak tahan juga. Ia tertawa terpingkal-pingkal. Tante Meta kemudian melanjutkan ceritanya. Tentu saja dengan nada yang merdu.
Tante Meta kecil ternyata pernah dikira bisu karena tak kunjung berbicara sampai umurnya 4 tahun. Saat menjalani terapi, Tante Meta mulai bisa bersenandung. Uuu… Begitu bunyinya. Pelan-pelan Tante Meta belajar berbicara. Tante Meta kemudian suka menyanyi dan bercita-cita menjadi penyanyi. Ia berlatih setiap hari. Tante Meta bertambah giat berlatih saat mengikuti kontes menyanyi. Ada banyak kontes yang Tante Meta ikuti. Tidak selalu ia menang. Ada kalanya Tante Meta tidak berhasil, namun ia tidak menyerah. Tante Meta terus berlatih sampai akhirnya dapat mencapai cita-citanya, menjadi penyanyi terkenal.
“Bakat saja tidak cukup. Kita juga perlu berlatih dengan tekun dan sabar,” ujar Tante Meta menutup ceritanya.
“Kalau anak yang pernah dikira bisu saja bisa menjadi penyanyi, aku juga pasti bisa,” tekad Runi.
“Semua cita-cita bisa tercapai kalau kalian memakan makanan yang sehat dan enak, seperti masakan Chef Niko. Ayo ke sini,” ajak Om Niko.
Baca Juga: Cerpen Anak: Mengapa Air Laut Asin #MendongenguntukCerdas