Tari Legong Keraton, Tarian Klasik Warisan Budaya Bali

By Putri Puspita, Selasa, 7 Maret 2017 | 06:22 WIB
penari legong (Putri Puspita)

Salah satu karya seni tari yang indah dari Pulau Bali adalah tari Legong Keraton. Disebut Legong Keraton karena pada zaman dahulu, tarian ini hanya berkembang di lingkungan istana.

Dari Dalam Pura Sampai ke Luar Istana

Nama Legong berasal dari bahasa Bali, Leg (gerak yang luwes) dan gong (gamelan) yang menyatu menjadi Legong yang berarti gerak-gerak luwes yang diiringi gamelan.

Tari Legong Keraton muncul sekitar awal abad ke-19 M. Tarian ini muncul dari ide seorang Raja Sukawati bernama I Dewa Agung Made Karna.

Awalnya tarian ini bersifat sakral. Tarian ini hanya dipentaskan di pura untuk mengiringi upacara-upacara agama Hindu. Pada tahun 1928, Raja mengijinkan tarian ini dipentaskan di luar istana agar dapat dinikmati oleh rakyat.

Pada tahun 1931 tarian ini mulai ditampilkan secara luas untuk mendukung pariwisata. Banyak hotel di Bali yang mementaskan tarian ini untuk menghibur wisatawan.

Tarian Para Gadis

Salah satu puri atau istana yang memiliki dan memelihara tari Legong Keraton adalah Puri Agung Peliatan. Puri ini dulunya sering mementaskan tari Legong Keraton pada acara-acara tertentu, seperti upacara agama Hindu.

Para penarinya diambil dari gadis-gadis desa dan dilatih tari agar mampu menjadi penari yang berbakat. Sang Raja sangat senang jika melihat pementasan tari ini oleh para gadis dengan gerakan lincah.

Ciri khas Legong adalah pemakaian kipas oleh para penarinya. Gerakannya lincah dan luwes, tetapi tetap halus dan penuh ekspresi.

Biasanya ditarikan oleh tiga gadis berumur antara 10-12 tahun, serta diiringi oleh gamelan gong kebyar.

Cerita di Balik Indahnya Legong Keraton