Raden Sunubawa tersentak. Ditatapnya ketiga anak ibu itu. Mereka masih kecil-kecil. Raden Sunubawa terdiam membisu. Begitu banyak rakyatnya yang kehilangan karena bencana. Mereka tak hanya kehilangan harta, tapi juga kehilangan orang-orang yang dicintainya.
“Simpanlah piringmu, Bu. Ambil ini!” Tiba-tiba Raden Sunubawa menyerahkan sekantung uang emas pada ibu itu. “Ibu bisa menggunakannya untuk membeli makanan, pakaian, bahkan untuk memperbaiki rumah!”
Ibu itu terbeliak kaget menerima pemberian Raden Sunubawa. Belum sempat dia mengucapkan terima kasih, Raden Sunubawa sudah memacu kudanya kembali ke istana.
Raden Sunubawa merenung seharian. “Betapa egois diriku. Saat rakyatku menderita, aku malah memikirkan diri sendiri.”
Raden Sunubawa pun bertekad untuk melupakan permintaan Rara Kinasih. Kini dia justru sibuk mengumpulkan bahan makanan, pakaian, dan obat-obatan. Semua untuk dibagikan pada rakyatnya yang tertimpa bencana. Dia juga mengumpulkan tabib-tabib untuk mengobati orang-orang yang terluka. Raden Sunubawa menyusuri desa-desa, membantu siapa saja yang memerlukan pertolongan. Dia juga menghibur penduduk yang masih berduka.
Beberapa minggu kemudian, saat Raden Sunubawa sedang bergotong-royong membangun rumah penduduk desa, Rara Kinasih datang menemuinya.
Raden Sunubawa tampak terkejut dan sedih. Dia teringat akan permintaan Rara Kinasih.
“Maafkan aku. Aku tak bisa mencari benda antik yang kau inginkan!” ucap Raden Sunubawa pasrah menerima kemarahan Rara Kinasih.
“Aku sudah mendapatkan benda antik itu, Raden!” kata Rara Kinasih tiba-tiba.
Oh, tentu saja, gumam sedih Raden Sunubawa dalam hati. Rara Kinasih pasti mendapatkan benda antik istimewa dari pangeran lain.
Rara Kinasih tersenyum,
“Lihatlah ke dalam hatimu. Di sanalah benda antik itu tersimpan.”
Raden Sunubawa menatap Rara Kinasih tajam,
“Maksudmu?”
“Kepedulianmu pada rakyat adalah benda antik yang kuinginkan,” tutur Rara Kinasih lembut. Raden Sunubawa terperangah tak percaya. “Dan aku sudah melelang seluruh koleksi benda antikku. Uangnya bisa kita gunakan untuk membangun desa-desa yang hancur,” lanjut Rara Kinasih.
Bola mata Raden Sunubawa berbinar bahagia. Ternyata Rara Kinasih putri yang berhati mulia. Dia sengaja meminta Raden Sunubawa mencari benda antik dari rakyat Girimeda yang tertimpa gempa. Supaya Raden Sunubawa bisa melihat langsung penderitaan rakyatnya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Dwi Pujiastuti