Bozzo

By Sylvana Toemon, Rabu, 9 Mei 2018 | 08:00 WIB
Bozzo (Sylvana Toemon)

Aku sedang menggeliat malas di sofa empuk ketika Kiko datang. Dia menggendong seekor anjing kampung kotor berwarna cokelat kehitaman.

“Lihat, Poppy, kubawakan teman untukmu!” teriak Kiko dengan riang.

Dilepaskannya anjing jorok itu. Dengan lidah terjulur, si jorok memburuku. Aku terlonjak kaget, melompat ke atas meja.

“Hahaha… Jangan takut, Poppy. Bozzo cuma mau kenalan denganmu!” ujar Kiko sambil terpingkal geli melihatku.

Bozzo menyalak riang ke arahku. Hiiii… aku menatapnya jijik. Tubuhnya kotor, langkah kakinya meninggalkan jejak lumpur di atas karpet abu-abu. Ugh… bau! Pasti anjing itu baru dipungut dari tong sampah!

“Lihat, Poppy! Bozzo senang berkenalan denganmu, dia mengajakmu bermain!” kata Kiko lagi.

Ups! Sorry ya, aku enggak sudi dekat-dekat dengan si dekil itu. Hanya akan mengotori buluku yang lembut dan wangi! Apalagi kemarin Mama Kiko baru saja membawaku ke salon hewan. Buluku dibilas dengan sampo, disikat bersih, dan dicukur rapi. Lihat, nih, potongan buluku yang trendy!

“Nah, aku mandi dulu. Sudah sore!” ujar Kiko sambil memungut bola karet dari keranjang mainan, lalu dilempar ke arah Bozzo. Dengan riang, anjing kampung itu berlari mengejar bola.

“Hei, anjing kampung! Lempar bola itu kemari! Kau, kan, tidak bisa memainkannya?!” Aku menyalak pongah dari atas meja. Sebagai anjing pudel piaraan, aku sudah terlatih untuk beratraksi, seperti main bola dan lompat tali. Bahkan Papa Kiko mendatangkan seorang pelatih khusus untuk mengajariku.

Aku mulai beraksi, memamerkan kegesitanku berakrobat. Bozzo tertegun kagum. Aku makin besar kepala. Aku pun melompat-lompat lincah dengan berbagai gaya.

Aku melompat ke atas bispar kayu yang dipenuhi pajangan antik koleksi Mama Kiko. Lalu berjalan zig-zag tanpa menyentuh pajangan-pajangan itu. Auw, tiba-tiba kakiku tergelincir di atas bispar. Praaang!!! Astaga, sebuah guci keramik kesayangan Mama Kiko jatuh dan pecah.

Wah… Celaka! Mama Kiko pasti marah! Aku langsung melompat turun dan bersembunyi di balik sofa. Pintu terbuka, Mama Kiko berdiri tertegun di sana. Dia langsung menatap Bozzo yang duduk melongo di dekat pecahan guci.

“Kikooo! Anjing siapa ini?!” teriak Mama Kiko geram.

Fiuuh….untung, Mama Kiko mengira Bozzo yang memecahkan guci kesayangannya! Dengan marah, Mama Kiko menyuruh Kiko membuang Bozzo besok pagi. Kiko pun tak bisa membantah.

 Yess! Diam-diam aku bersorak girang. Aku tak lagi punya saingan!

Malam itu, dari jendela kulihat Bozzo gelisah di halaman. Mungkin dia resah menanti pagi, saat Kiko mengembalikannya ke jalan. Atau mungkin dia kedinginan. Malam ini mendung dan gerimis.

Guk! Guk! Bozzo menggonggong. Pasti dia iri melihatku tidur di sofa yang hangat. Ia menggaruk-garuk kaca jendela. Uh, penganggu! Aku pindah ke sofa yang jauh dari jendela, lalu menyelinap ke dalam selimut wol yang lembut.

Tiba-tiba…. krek! Tap, tap, tap… terdengar suara langkah mengendap-endap. Mencurigakan! Aku segera melompat turun, masuk kolong sofa. Dari sana, bisa kulihat sosok yang berjingkat-jingkat dalam gelap. Astaga, pencuri!

 Aku meringkuk takut. Aduh, bagaimana ini?! Pencuri itu bergerak ke lantai atas. Gawat… dia menuju kamar Kiko! Diam-diam kuberanikan diri membuntutinya dari belakang. Pencuri itu menyelinap ke dalam kamar.

Kiko tersentak kaget, dia terbangun. Pencuri itu hendak menyekap mulutnya. Aku harus menyelamatkan Kiko! Sekuat tenaga kugigit kaki pencuri itu dari belakang, tetapi ia menendangku.

Tiba-tiba….aaaakh! Pencuri itu menyeringai kesakitan. Bozzo datang menerjang, digigitnya tangan pencuri itu dengan taringnya yang tajam. Sesaat kemudian tubuh pencuri itu jatuh terjerembab ke lantai. Rupanya dengan telak Kiko berhasil menghantam kepala pencuri itu dengan tongkat baseball!     

Guk, guk, guk! Aku dan Bozzo menyalak senang. Tak lama kemudian Mama Kiko datang. Dia kaget melihat seorang pencuri tergeletak di kamar anaknya. Mama Kiko langsung menelepon polisi. Para polisi pun segera meringkus si pencuri.

“Terima kasih, Bozzo!” Mama Kiko mengelus lembut kepala Bozzo.

Ya, terima kasih, Bozzo…. gonggongku tersipu malu. Maafkan aku, bisikku penuh sesal.

Guk, guk… tak apa, Poppy! Bozzo menggoyang-goyangkan ekornya.

Sejak malam itu, Mama Kiko mengizinkan Kiko merawat Bozzo. Aku, Bozzo, dan Kiko bermain senang setiap hari!

Sumber: Arsip Bobo. Cerita : Dwi Pujiastuti