Dahulu kala, ketika binatang-binatang masih bisa berbicara, hiduplah seekor burung biru. Ukuran tubuhnya sangat kecil, namun kicauannya sangat nyaring. Setiap hari ia terbang menjelajahi hutan.
Suatu ketika, ia tiba di pedalaman hutan. Di situ tampak sebuah menara yang sangat tinggi. Karena ingin tahu, Burung Biru mengepakkan sayapnya sampai ke puncak menara. Ia hampir jatuh karena kelelahan. Untunglah ia berhasil hinggap di satu-satunya jendela di menara itu.
Seorang gadis cantik terlonjak terkejut saat melihat Burung Biru hinggap di jendela itu. Gadis itu lalu memberinya minum dan membelai-belainya dengan lembut.
Burung Biru merasa sangat nyaman berada di dekat gadis itu. Ia lalu menyanyikan lagu untuknya. Ketika Burung Biru selesai bernyanyi, gadis itu bertepuk tangan memuji Burung Biru.
Akan tetapi, tiba-tiba Burung Biru melihat kesedihan di bola mata gadis itu.
“Kenapa kamu bersedih?” tanya Burung Biru.
“Aku ini anak petani miskin. Namaku Lilian. Seorang pemburu menculik dan memaksaku untuk menikah dengannya. Karena aku menolak, aku dipenjara di sini. Aku akan dibebaskan jika mau menikah dengannya,” cerita Lilian.
“Kenapa kamu menolaknya?” tanya Burung Biru.
“Pemburu itu sangat kasar. Aku takut kepadanya. Selain itu, aku mencintai Juru Panah Sang Raja. Aku ingin menikah dengannya. Namun, saat ini dia sedang berperang bersama Raja melawan negeri musuh. Dia pasti sedih jika aku sudah menikah dengan pemburu saat ia pulang nanti,” jawab Lilian.
Lilian dan Burung Biru tidak tahu kalau pembicaraan mereka didengar oleh si Pemburu dari balik pintu. Pemburu merasa sangat iri pada Juru Panah Sang Raja. Ia bertekad akan memisahkan Lilian dengan Juru Panah itu.
“Bagaimana kalau kita melarikan diri saja?” usul Burung Biru. “Aku akan menolongmu.”
“Bagaimana caranya?” tanya Lilian.
“Hmm... aku akan memanggil hewan-hewan hutan untuk membantu. Mereka semua juga tidak suka pada si Pemburu yang kejam. Mereka pasti mau membantu!” Burung Biru lalu terbang keluar.
Pemburu yang masih bersembunyi di balik pintu, mendengar rencana itu. Ia pun menyusun rencana jahat. Ia mulai mencari mantra sihir untuk mencelakakan Lilian dan Juru Panah.
Dengan segera rencana pelarian Lilian sudah matang. Tupai-tupai sahabat Burung Biru mulai menjalin akar gantung pohon menjadi tali yang kuat. Burung-burung parkit mengirimkan pesan berantai kepada Juru Panah untuk menunggu Lilian di pinggir Danau Putih pada Malam Purnama.
Akhirnya Malam Purnama tiba. Juru Panah menerima surat berantai dari sekelompok burung parkit. Saat itu, kebetulan pertempuran sudah selesai. Para juru panah sedang bersiap-siap pulang. Tanpa membuang waktu, Juru Panah itu berlari cepat menuju Danau Putih yang cukup jauh letaknya.
Sementara Juru Panah berlari, Burung Biru bersama binatang-binatang lain menaikkan tali akar yang panjang itu ke puncak menara. Pada saat yang sama, Pemburu baru saja selesai membaca mantera sihir. Di sisinya ada segelas air untuk membebaskan kutukan mantra itu.
Ketika Lilian melangkahkan kakinya keluar dari menara, kutukan Pemburu yang jahat itu mulai berjalan. Pemanah yang sedang berlari tiba-tiba terjatuh dan tidak bergerak lagi.
Lilian sendiri tiba-tiba menjadi pucat pasi dan tidak punya tenaga untuk lari. Binatang-binatang berusaha membantunya. Musang-musang besar berusaha menahan berat badan Lilian di tali akar. Ular-ular membelit tubuh Lilian dengan lembut, sehingga jika ia terjatuh, ia tak akan terluka.
Akhirnya usaha mereka berhasil. Lilian berhasil diturunkan dari menara. Tapi Lilian sangat pucat dan tidak dapat bersuara. Seluruh binatang merasa bingung.
Tiba-tiba Beruang datang membawa berita. Ia melihat Pemburu di tengah hutan sedang membaca mantera aneh-aneh dari sebuah buku sihir. Saat Pemburu sedang lengah, Beruang berhasil mengambil buku sihir dan segelas air di sisinya.
Segera semua binatang mengelilingi buku sihir. Bapak Burung Hantu yang pintar, mulai membacakan isi buku. Dengan singkat dia menjelaskan apa isi buku sihir itu.
Ternyata Pemburu telah mengutuk Lilian sehingga jika Lilian mencoba melarikan diri, dia akan menjadi pucat, tidak bertenaga, dan bisu. sementara orang yang dia sayangi akan jatuh seketika. Satu-satunya cara untuk menyadarkan mereka berdua adalah meminum habis segelas air murni. Tapi siapapun yang meminumnya akan mati terbakar.
Seluruh penghuni hutan terdiam, termasuk Burung Biru. Namun, lalu ia perlahan-lahan mendekati gelas air murni itu dan meneguk isinya sampai habis.
Semua binatang menyaksikan Burung Biru itu tiba-tiba berubah menjadi burung putih yang bersinar menyilaukan. Lalu hilang menjadi abu putih yang bersinar dan wangi.
Abu itu terbang ditiup angin, menyapu hati Pemburu dan membuatnya sadar akan perbuatan jahatnya. Ia menyesal dan berjanji akan berbuat baik seumur hidupnya.
Abu itu mengenai dada Pemanah yang sedang terbaring di tengah jalan. Dari dadanya keluar sebentuk duri dan Pemanah sadar kembali.
Abu itu juga mengusap pipi Lilian dan membuatnya kembali berwarna. Abu Burung Biru itu terbang ke seluruh dunia menyebarkan cinta dan kebaikan.
Cerita: Pradikha Bestari / Dok. Majalah Bobo