Putri Mandi

By Sylvana Toemon, Minggu, 6 Mei 2018 | 08:00 WIB
Putri Mandi (Sylvana Toemon)

Putri Nalam adalah anak tunggal Baginda Raja Hulu. Ia sangat cantik. Kulitnya halus bagai pualam, sebab sang putri amat rajin merawat tubuhnya. Bahkan di musim kemarau, ia bisa mandi tujuh kali sehari! Sayang, Putri Nalam berhati culas dan kejam. Karena Baginda Raja Hulu selalu membela dan memanjakannya.

Suatu pagi, Putri Nalam bersiap mandi. Dia membuka seluruh perhiasannya lalu melemparnya sembarang ke atas ranjang. Mak Inang, pengasuhnya, segera merapikan perhiasan yang berceceran. Lalu menaruhnya dalam kotak ukiran dari kuningan.

Dengan selembar kain basahan, Putri Nalam berendam ke dalam kolam. Ups! Ternyata cincin kesayangannya masih melekat di jari manisnya. Cincin bermata sepasang safir biru itu pemberian almarhumah ibundanya, Permaisuri Baginda Raja Hulu.

Putri Nalam segera melepas cincin itu dan menyimpannya di antara rumpun seroja di sisi kolam. Lalu dia kembali menyelam ke dalam air.

Seusai mandi, Putri mengajak para dayang berjalan-jalan di taman. Saat seorang dayang menarik tangannya, Putri Nalam baru sadar. Cincin kesayangannya hilang!

Dengan panik para dayang mencari di sekitar taman. Tetapi cincin itu tak juga ditemukan. Putri Nalam teringat pada Mak Inang yang membereskan perhiasannya pagi tadi. Sang putri segera memerintahkan pengawal untuk menggeledah kamar Mak Inang. Cincin itu tetap lenyap.

Putri Nalam semakin kalut. Baginda Raja Hulu tentu akan memarahinya. Dia harus menemukan alasan mengapa cincin itu hilang. Dengan licik sang putri menghadap Baginda Raja dan membuat laporan palsu.

“Mak Inang mencuri cincinku dan menyembunyikannya!”

Baginda Raja Hulu sangat murka. Ia memenjarakan Mak Inang.

Keesokan paginya Putri Nalam kembali berendam di kolam. Saat itulah dilihatnya cincin safir biru itu. Putri Nalam baru ingat telah menaruh cincin itu kemarin di bawah rumpun seroja! Tetapi dia tak mungkin menarik tuduhannya. Apa kata para penghuni istana kalau tahu dia telah sembarangan menuduh orang?!

“Akan kusimpan rahasia ini, tak seorang pun boleh tahu!” gumam Putri Nalam dalam hati.

Tiba-tiba terdengar suara bisikan,

“Jujurlah, Nalam. Karena kebohonganmu, orang yang tak bersalah dipenjara. Ingatlah, jangan hanya rajin membersihkan tubuhmu, tapi kau juga harus rajin membersihkan hatimu…” desis suara itu.

“Tidak! Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya!” bantah Putri  Nalam. Dia segera menelan cincin itu untuk menghilangkan barang bukti.

Setelah selesai mandi, Putri Nalam tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya mengeluarkan bau yang tak sedap.

“Padahal aku sudah mencampurkan air mandiku dengan rempah-rempah dan kembang tujuh rupa. Kenapa aku malah menjadi bau?” gumam sang putri dalam hati.

Putri Nalam kembali mandi, namun ia tetap bau. Putri Nalam panik, dia terus berendam di dalam kolam. Dia tak mau keluar kolam walau para dayang memaksanya. Dayang-dayang sangat terkejut mencium bau busuk dari tubuhnya. Tanpa sadar mereka menutup hidungnya.

Karena malu, sang putri kembali menyelam ke dasar kolam. Para dayang sangat cemas. Dengan panik, mereka melaporkan kejadian itu pada Baginda Raja Hulu. Baginda pun bergegas menuju kolam istana.

Sesampainya di kolam istana, Raja tak menemukan Putri Nalam. Yang muncul dari dasar air justru seekor ikan berwarna putih seperti pualam. Sepasang matanya berwarna biru jernih seperti batu safir yang indah. Namun tubuh ikan itu mengeluarkan bau yang sangat amis.

Baginda Raja Hulu sangat sedih. Ditaruhnya ikan itu di dalam kotak kaca di kamarnya. Pada malam harinya, Raja bermimpi bertemu dengan almarhumah istrinya, sang Permaisuri.

“Jangan berduka, suamiku. Semua ini merupakan kehendak Yang Maha Kuasa. Bawalah ikan putih itu di Sungai Pelaju. Biarkan dia hidup di sana. Aku akan selalu menjaganya,”

Setelah berkata demikian, Permaisuri Baginda Raja Hulu menghilang. Raja pun terbangun dari tidurnya.

Keesokan harinya, sang Raja membebaskan Mak Inang dari penjara. Kemudian Raja membawa ikan putih penjelmaan Putri Nalam ke Sungai Pelaju dan melepaskannya di sana.

“Selamat jalan, putriku…” gumam Raja lirih.

Para penduduk negeri itu sering melihat ikan seputih pualam itu di Sungai Pelaju. Mereka menyebut ikan itu Putri Mandi.

(Cerita: Dwi Pujiastuti / Dok. Majalah Bobo)