Rahasia Kebijaksanaan Laurelia

By Sylvana Toemon, Rabu, 18 April 2018 | 12:00 WIB
Rahasia Kebijaksanaan Laurelia (Sylvana Toemon)

Mulanya, Laurelia tidak curiga. Ia mengikuti nasihat burung palsu. Namun, nasihatnya lama-lama tidak masuk akal. Pajak dinaikkan. Harga barang dinaikkan. Ia juga disuruh bermewah-mewah dan meniadakan acara temu rakyat.

Laurelia merasa nasihat-nasihat itu aneh sekali. Tetapi burung hantu palsu mengingatkannya akan janjinya untuk selalu mematuhinya. Akhirnya, Laurelia tetap menuruti nasihat burung hantu palsu.

Rakyat merasakan perubahan ini. Mereka berbaris panjang, menyerbu istana, menyuarakan kesedihan mereka. Lagi-lagi nasihat burung palsu itu aneh.

“Rakyat tidak boleh menentang Ratu. Serang saja mereka semua dengan pasukanmu!” nasihat si burung palsu yang dikendalikan oleh Pangeran Lucio.

Laurelia bimbang. Dia sudah berjanji untuk mematuhi semua nasihat Strigi. Namun, nasihat itu buruk sekali. Laurelia memandang rakyat yang berteriak-teriak marah di halaman istana. Mereka begitu kurus dan pucat. Berbeda sekali dari rakyat sehat dan penuh senyum yang tahun lalu ia temui.

“Bagaimana, Ratu? Kita serang mereka?” Pangeran Lucio muncul. Senyum liciknya terkembang. Jika Laurelia menyerang rakyat, pasti akan pecah pemberontakan. Pangeran Lucio bisa memanfaatkan keadaan itu.

Laurelia menelan ludah kebingungan. Ia mengingat nasihat tidak masuk akal Strigi. Ia tak ingin mengikutinya. Namun, beranikah ia mengambil risiko mengambil keputusan sendiri? Sudah bertahun-tahun, ia mengambil keputusan dengan nasihat Strigi. Bagaimana kalau ia salah?

Mata Laurelia sekali lagi menyapu kerumunan rakyat penuh amarah itu. Dilihatnya mata-mata mereka menderita. Keputusan akhir-akhir inilah yang menyebabkan itu. Laurelia tidak mau melihat lebih banyak penderitaan lagi.

Sambil menekan rasa takutnya, Laurelia menggeleng.

“Aku tidak akan menyerang. Biar aku keluar menghadapi mereka,” ucapnya dengan suara dimantap-mantapkan.

Rakyat terkejut melihat ratu mereka muncul dan meminta maaf. Untuk pertama kalinya, Laurelia berpidato tanpa berkonsultasi dengan Strigi. Ia mengucapkan saja apa yang ada di dalam hatinya. Kebingungannya, ketakutannya, permohonan maafnya yang amat dalam, serta kesediaannya mendengarkan keluhan mereka satu per satu. Rakyat bersorak. Pangeran Lucio mengumpat. Rencananya gagal.

Sementara itu, di kamar Pangeran Lucio, Strigi tersenyum. Ia senang mendengar pidato Laurelia. Ia tahu tugasnya sudah selesai. Laurelia yang kini sudah 18 tahun, sudah bisa membedakan benar dan salah. Bisa menghadapi kesalahannya sendiri. Dan, yang penting bisa mengambil keputusan sendiri. Tidak lagi hanya mengikuti nasihatnya.

Strigi mengepakkan sayap dan pyaaas… ia bebas. Yap, dia, kan, burung hantu ajaib. Mana bisa dikurung. Sst… Sebetulnya ia juga sengaja bisa ditangkap dengan mudah. Supaya Ratu Laurelia bisa menjadi ratu yang mandiri! Bijaksana ya, Strigi!

(Cerita: Pradikha Bestari / Dok. Majalah Bobo)