Pelukis yang Tak Bisa Melukis

By Sylvana Toemon, Rabu, 7 Maret 2018 | 12:00 WIB
Pelukis yang tak bisa melukis (Sylvana Toemon)

“Tentu. Aku Vincent Dubois, aku seorang pelukis!”

“Wah, selamat! Ingatanmu telah pulih!” ujar Dokter gembira.

Vince langsung  mengambil sebuah kanvas kosong dan cat minyak. Para pengunjung heran melihatnya. Vince melukis di atas kanvas itu. Dalam waktu sekejap, kanvas itu telah penuh terisi lukisan cat minyak yang indah.

“Aku bisa melukis lagi!” pekik Vince gembira.

Para pengunjung saling bertatapan bingung. Tiba-tiba Vince teringat pada Ron dan keluarganya. Dia mencari mereka di sekeliling balai kota, tetapi Vince tak dapat menemukannya. Vince berlari pulang ke rumahnya. Sesampainya di sana, Ron dan keluarganya telah siap naik ke atas kereta kuda. Mereka akan segera kembali ke desa.

“Ron, tunggu! Jangan pergi!” cegah Vince.

Ron terkesiap,

“Tetapi ingatanmu sudah pulih, Kak. Buat apa aku ada di sini?”

Tiba-tiba Vince langsung menangis dan memeluk Ron erat.

“Tetaplah bersamaku, Ron. Kau dan keluargamu adalah kebahagiaan yang kucari selama ini. Maaf, Ron, kalau selama ini aku membencimu. Aku baru ingat sekarang, itu karena aku selalu iri padamu.”

“Apa maksud Kakak? Kakak memiliki segalanya, kenapa malah iri padaku?”  

“Tetapi aku tak punya kedamaian dan kebahagiaan seperti yang kau miliki, Ron. Kekayaan, ketenaran, dan kedudukanku yang terhormat tak pernah bisa menandinginya. Aku minta maaf, Ron!”

Ron membalas pelukan erat kakaknya.

“Aku juga minta maaf, Kak! Selama ini aku salah sangka. Aku kira Kakak malu memiliki adik yang miskin dan tak sukses sepertimu. Karena itu aku segan mengunjungimu,”

Istri dan anak-anak Ron berhamburan keluar dari kereta kuda. Mereka langsung memeluk Ron dan Vince.

“Kami mencintaimu, Paman!” seru ketiga keponakan Vince.

Vince amat bahagia. Diajaknya Ron dan keluarganya kembali ke balai kota. Di sana, Vince memberitahu semua pengunjung bahwa lukisan-lukisan terakhirnya diselesaikan oleh Ronald Dubois, adiknya.

Para pengunjung kaget sekaligus terkesan pada keterampilan Ron yang tak kalah hebat dari kakaknya. Mereka juga memuji kejujuran Vince. Pak Malory meminta Ron mengumpulkan lukisan-lukisannya. Pak Malory berniat mengadakan pameran lukisan untuk Ron. Ron pun menjadi pelukis terkenal seperti Vince.

Vince menulis dalam buku hariannya sambil tersenyum.

Aneh rasanya menjadi pelukis yang tak bisa melukis. Namun, lebih aneh lagi menjadi orang yang membenci saudaranya sendiri. Sebab saat kita kesulitan, saudara kitalah yang pertama kali mengulurkan tangan.

Vince menutup buku hariannya. Dia menatap keluar jendela. Anak-anak Ron telah menunggunya di halaman. Mereka akan pergi memancing di danau. Tentu hari ini dan hari-hari berikutnya akan dilalui Vince dengan penuh sukacita.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Dwi Pujiastuti