“Hitam, sini!” Laki-laki yang berada di luar berteriak dengan keras. Dito sampai terbangun.
“Hitam...siniiii! Kalau tidak, kupukul kau!”
Wah, keras sekali teriakan orang itu. Dito menghidupkan lampu di samping tempat tidurnya. Tirai di belakang tempat tidur bergerak-gerak. Tuan Omongkosong muncul.
“Ada kebakaran?” tanyanya, “Siapa yang berteriak-teriak?”
Dito menggelengkan kepala. “Tidak ada kebakaran, Tuan Omongkosong. Hanya Pak Tetangga memanggil-manggil anjingnya.”
Dito dan Tuan Omongkosong berjalan ke jendela. Dito mengangkat Tuan Omongkosong ke tepi jendela. Lalu, mereka melihat keluar. Pak Tetangga berdiri di tepi jalan. Si Hitam berdiri di depannya, gemetar ketakutan.
“Bandel, ya! Kalau dipanggil tak segera datang!” Pak tetangga mengayunkan kayu.
“Aih, dia mau memukul si Hitam!” teriak Dito,
“Jahat betul!” Tuan Omongkosong menggaruk-garuk belakang telinganya.
“Tunggu, aku ada ide!” serunya lagi . Dengan telunjuknya, ia menunjuk ke Pak Tetangga. Lalu, Pak Tetangga menciut! Dia terus mengecil sampai menjadi lebih kecil dari si Hitam.
“Eh, mana mungkin?” teriak Pak Tetangga. “Ini omong kosong! Ini mimpi!”
Akan tetapi, menurut si Hitam, ini bukan omong kosong.