Disiplin Itu Perlu, Dora

By Sylvana Toemon, Senin, 30 April 2018 | 10:00 WIB
Disiplin itu Perlu, Dora! (Sylvana Toemon)

Dora sibuk menghadap cermin. Sudah tiga kali ia mengepang rambutnya yang panjangnya sebahu lewat sedikit, tetapi kemudian dibukanya lagi. Rasanya belum sempurna. la melihat jam di dinding. Sudah pukul 4 kurang lima menit. Seharusnya sepuluh menit lalu ia sudah berangkat. Latihan menari dimulai pukul 4. Pastilah kawan-kawan sudah menunggunya. Enam anak yang dilatihnya rajin-rajin. Mereka biasa datang sebelum pukul 4.

Untuk pesta ulang tahun sekolah, kelasnya akan menyajikan acara tarian. Dora sudah mengikuti sanggar tari. Jadi ia bisa melatih kawan-kawannya. Di antara enam penari, Ratih juga ikut sanggar tari. Akan tetapi, ia tidak sepandai Dora.

Akhirnya Dora selesai berhias. la berangkat dengan membawa selendang. la puas dengan kepang rambutnya yang rapi dan diberi pita. Juga dengan wajahnya yang manis, bulat telur, dan bibimya yang tipis. Banyak orang bilang ia cantik dan ia menyadari hal itu.

Ternyata jalanan macet. Dora agak gelisah. Kalau menunggu terlalu lama pasti ada kawan yang mengomel. Tapi, biarlah. Bukankah kecil-kecil juga Dora seorang pelatih? Mau tak mau mereka harus menunggu. Dan agaknya Ibu Siska memberi kepercayaan penuh kepadanya.

"Saya percaya kamu mampu melatih kawan-kawanmu. Dan pada pesta ulang tahun sekolah nanti kelas 5-C akan tampil istimewa!" kata Bu Siska.

"Saya akan berusaha sebaik mungkin, Bu!" jawab Dora sambil tersenyum waktu itu, dan hatinya berbunga-bunga.

Hari ini adalah keempat kalinya mereka berlatih. Menurut Dora hasilnya lumayan. Ratih, Lia, Yuni, dan Anna sudah hampir hafal semua gerakan. Cuma Gita dan Wati yang perlu lebih banyak perhatian.

Tiba di gedung sekolah Dora sudah terlambat setengah jam. Ia menuju kelasnya. Makin dekat ke kelas terdengar suara gamelan yang berasal dari kaset. Dora meraba tas kecilnya. Masih ada kaset tariannya. Radio perekamnya memang pinjam dari sekolah. Tetapi siapa yang bawa kaset tarian?

Tepat Dora masuk musik berakhir. Kelima anak berhenti menari. "Selamat sore, Dora!" sapa mereka. Dora membalas ucapan selamat mereka dan juga berkata, "Selamat sore, Bu Siska."

Ternyata Bu Siska hadir.

"Maaf, kami kira kamu tidak datang. Jadi kami berlatih sebisanya. Bu Siska yang menyarankan agar latihan dimulai saja pukul 4 tadi," kata Ratih mewakili kawan-kawannya.

Kemudian mereka latihan lagi. Perasaan Dora tidak enak. Bukankah seharusnya mereka menunggu Dora? Untuk apa ia jadi pelatih kalau ia ditinggalkan begitu saja? Biar saja Ratih yang menjadi pelatih. Mungkin juga kawan-kawannya tidak menyukai Dora. Siapa tahu?