Adikku Manis

By Sylvana Toemon, Minggu, 20 Mei 2018 | 10:00 WIB
Adikku Manis (Sylvana Toemon)

"Dini mengambil uang Mama?" tuduhku sengit.

"Tidak!"

"Uang Papa?"

Dini menggeleng keras.

"Kalau begitu, pasti ..." Tergesa-gesa kuambil celenganku. Mengocok-ngocoknya. "Dini mengutak-ngatik ini, ya?"

"Tidak juga," jawab Dini lirih. "Kak Dewi percaya, deh, Dini tidak mencuri. Dini, kan, sudah menabung sejak lamaaa sekali. Uangnya juga masih sisa."

"Dini menabung hanya untuk beli coklat?" Kini kualihkan pertanyaanku. "Kalau tabungan Dini memang benar sudah banyak, Dini, kan, tetap bisa menyimpannya sampai uang itu benar- benar dibutuhkan. Kalau ada keperluan mendadak, Dini tidak perlu merepotkan Mama dan Papa. Jangan boros seperti ini!" Coklat itu kumasukkan ke dalam tasku.

Dini meninggalkan kamarku dengan mata berlinang.

Belakangan baru aku tahu Dini membeli permen coklat itu untukku. Hari itu hari ulang tahunku.

Mengingat kembali peristiwa itu, aku jadi malu sekali. Bagaimana mungkin aku bisa bersikap demikian kasar terhadap adikku. Sementara hari itu Dini teramat manis padaku.

Ada lagi sikapku yang memalukan. Aku selalu melarang Dini bergaul dengan Esti, anak seorang sopir bemo. Menurutku, Dini tak pantas berteman dengan anak itu biarpun Esti teman sekelasnya. Di mataku anak itu kumal dan jorok..

"Esti baik, kok!" bela Dini.