Nekomata dan Peluru ke-13

By Vanda Parengkuan, Jumat, 11 Mei 2018 | 11:00 WIB
Di dalam hutan itu, ada sebuah gunung yang tinggi. Di sana, tinggallah seorang pemburu bernama Gompei bersama ibunya. (Vanda Parengkuan)

Desa Owari terletak di pegunungan yang tenang. Penduduknya bekerja sebagai peternak dan pembuat arang.  Suatu ketika, terjadi keributan di desa yang tenang itu. Satu persatu ternak warga hilang. Mula-mula hanya unggas, lalu ternak besar seperti kambing dan sapi pun mulai hilang.

Penduduk desa jadi sangat ketakutan. Bagaimana kalau berikutnya ada warga desa yang hilang? Hampir setiap malam mereka tak bisa tidur karena berjaga dan ketakutan.

Beberapa warga desa menduga ada makhluk buas yang menyerang ternak mereka. Mereka lalu menyelidiki jejak kaki makhluk itu sampai ke dalam hutan. Mereka juga memasang berbagai perangkap. Anehnya, makhluk itu tidak pernah tertangkap. Ia sepertinya tahu apa yang dilakukan oleh penduduk desa.

Di dalam hutan itu, ada sebuah gunung yang tinggi. Di sana, tinggallah seorang pemburu bernama Gompei bersama ibunya. Gompei pemberani dan biasa melawan hewan buas di hutan. Ia juga ahli menembak, dan selalu tepat kena sasaran. Gompei mendengar berita tentang makhluk buas yang menyerang ternak warga desa. Ia bertekad untuk memburu makhluk itu agar warga desa tidak ketakutan lagi.

Setelah pamit pada ibunya, Gompei memulai penyelidikannya. Ia berkeliling hutan dari pagi sampai malam. Namun ia tak menemukan hal yang aneh. Berhari-hari Gompei tidur di gubuk para penebang kayu di hutan. Kadang, ia juga berjaga di tempat pembakaran arang. Namun tetap saja ia tak menemukan apapun.

Gompei akhirnya pulang ke rumah untuk beristirahat. Setiba di rumah, ibunya mengajaknya makan malam. Saat makan, ibu Gompei menunjuk ke seekor kucing hitam kecil di pangkuannya.

“Beberapa hari lalu, aku menemukan kucing kecil ini di hutan. Dia kelaparan dan kedinginan. Aku merawatnya sehingga dia kelihatan cantik sekarang.”

Kucing itu mendengkur di pangkuan ibu Gompei. Gompei lalu bercerita tentang keadaan di hutan. Sehabis makan, ia lalu tidur dengan nyenyak. 

Esok harinya, Gompei siap pergi lagi. Ia membungkus beberapa potong mochi. Dengan hati-hati, Gompei juga menghitung peluru yang akan ia bawa. Ada 12 butir peluru. Saat mengantongi peluru-peluru itu, tiba-tiba Gompei merasa ada yang mengawasinya. 

“Apakah ada orang lain di rumah ini?” pikirnya. Ibunya sedang tidur. Gompei lalu melihat ke sekeliling. Hanya ada kucing ibunya yang mengawasinya di pojok ruangan.

“Ah, mungkin hanya perasaanku. Mungkin karena aku terlalu lama berada di hutan,” pikir Gompei. Namun ia tetap merasa tidak enak. Maka diam-diam, Gompei mengambil sebutir peluru lagi dan mengantonginya.

Gompei lalu menghabiskan harinya lagi di hutan. Ia tetap tak menemukan apa-apa. Gompei memutuskan untuk menginap di pondok di  hutan. Ia memakan mochi bekalnya, lalu tidur.