Nekomata dan Peluru ke-13

By Vanda Parengkuan, Jumat, 11 Mei 2018 | 11:00 WIB
Di dalam hutan itu, ada sebuah gunung yang tinggi. Di sana, tinggallah seorang pemburu bernama Gompei bersama ibunya. (Vanda Parengkuan)

Malam pun tiba.  Saat sedang tidur nyenyak, tiba-tiba ia terbangun mendengar suara dengusan. Gompei langsung meloncat turun dari tempat tidur, dan menyiapkan senjatanya. Ia keluar dari pondok itu dan melihat ke sekeliling.  

Di kegelapan malam, tiba tiba muncul sepasang mata yang bercahaya mengerikan. Semakin lama, semakin dekat ke pondoknya. Tidak ada hewan yang matanya seperti itu, pikir Gompei.

Bekas tembakan itu terlihat bagai warna perak. Namun mata itu tetap menyala di kegelapan. Semakin terang dan semakin dekat ke gubuk. Gompei menembak lagi, dan menembak lagi. Terdengar bunyi benturan peluru yang mengenai besi beberapa kali. Dan mata menyala itu semakin dekat, semakin dekat.

Akhirnya, Gompei dengan putus asa menembakknya peluru keduabelas. Peluru terakhir miliknya. Dan sekali lagi, peluru itu seperti terpental karena menyentuh besi. KLANG! Di akhir bunyi itu, tiba-tiba terdengar suara tawa di kegelapan malam. Gompei benar-benar takut. Mata besar itu tetap bercahaya bagai api, dan semakin dekat.

Gompei teringat akan peluru ke 13 yang diam diam ia bawa. Gompei menembakkan peluru itu. Seketika terdengar teriakan mengerikan. Lalu mata menyala itu perlahan-lahan pudar dan menghilang. Suasana jadi sunyi lagi. Gompei mengusap keringatnya. Di kegelapan, tak terlihat apa-apa lagi. Ia masuk kembali ke pondoknya dan berjaga-jaga sampai pagi.

Perlahan, pagi pun tiba. Suara burung bernyanyi terdengar. Ketika di luar sudah cukup terang untuk melihat jalan, Gompei pun keluar dari gubuk itu. Ia memeriksa tempat mata menyala yang dilihatnya semalam.

Gompei menemukan 12 pelurunya berserakan di jalan setapak. Ia juga menemukan sebuah tutup panci yang terbuat dari besi. Tutup panci itu sudah penyok terkena peluru.

“Aha, tutup panci ini yang membuat bunyi besi tadi malam,” pikir Gompei.

Ia terus  berjalan ke dalam hutan. Betapa terkejutnya Gompei ketika menemukan seekor kucing besar tergeletak di tanah. Kucing itu memiliki dua ekor. Itu adalah Nekomata, si siluman kucing. Ternyata Nekomata yang mencuri ternak warga desa selama ini. Gompei segera menguburkannya.

Selama ini, Gompei hanya mendengar cerita dari pemburu lain tentang Nekomata. Menurut mereka, Nekomata menguasai seluruh kucing di desa Owari. Kucing-kucing itulah yang menjadi mata-mata Nekomata, dan selalu melaporkan kegiatan warga desa padanya. Itu sebabnya, Nekomata tidak pernah tertangkap.

Tiba tiba, Gompei menjadi ketakutan ketika teringat kucing yang ditemukan ibunya di hutan. Nekomata bisa menyamar menjadi kucing lucu agar bisa masuk ke rumah orang. Gompei buru-buru pulang ke rumah, khawatir terjadi sesuatu pada ibunya.

Setiba di rumah, ibu Gompei yang membuka pintu. Gompei sangat lega. Ibunya mengeluh karena nasinya tidak bisa matang dengan baik. “Tutup panciku yang terbuat dari besi, hilang. Aku sudah pikun dan lupa meletakkannya dimana. Dan kucing kecilku juga menghilang,” keluhnya. Gompei semakin lega.

(Dok. Majalah Bobo / Folklore)