Misteri Cincin Penyihir Khorezm

By Vanda Parengkuan, Selasa, 8 Mei 2018 | 11:00 WIB
Cincin Penyihir Khorezm (Vanda Parengkuan)

“Beruntung kamu bertemu kami. Masuklah. Penyihir Khorezm menguasai semua setan di hutan ini. Nyawamu adalah hadiah dari penyihir itu untuk setan-setan di hutan ini.”

Kakek dan Nenek itu menunjukkan tempat tidur untuk Mawara. Namun, di tengah malam, Mawara terbangun karena mendengar bunyi. Ia mengintip ke dapur. Tampak si Kakek sedang menajamkan pisau.

“Hi hi hi… kita berhasil mendapatkan hadiah rebutan dari penyihir Khorezm!” tawa si Nenek. 

Mawara sangat terkejut. Ia segera lari keluar rumah. Si Kakek dan Nenek mengejarnya dengan cepat. Ketika hampir saja Mawara tertangkap, tiba tiba lewatlah seekor kuda bersadel di padang rumput. Seketika mawara melompat ke punggung kuda itu.

Kuda itu berderap seperti angin dan membawanya ke padang pasir. Kuda itu terus berderap naik ke bukit. Ia lalu melempar Mawara tinggi ke udara. Kuda itu mendongak seperti menunggu Mawara jatuh. Tiba-tiba saja dari mulut kuda itu keluar api. Kuda itu berubah jadi naga.

Mawara sangat panik. Ia menggerak-gerakkan kakinya di udara agar tidak jatuh ke mulut naga. Untunglah ia jatuh ke leher naga, lalu merosot turun ke semak-semak tanah. Sayangnya, lutut Mawara cedera. Ia tak bisa berlari. Mawara sudah pasrah akan dimakan naga.

Tiba-tiba, terdengar suara seruling di kejauhan. Lalu muncul seorang pengelana  dengan wajah ramah. Ia memapah Mawara pergi dari tempat itu. Setelah agak jauh, ia mengobati lutut Mawara.

“Kamu beruntung aku menemukanmu di sini. Semua setan di daerah ini, berada di bawah perintah penyihir Khorezm. Dan kamu adalah hadiah untuk diperebutkan para setan. Tapi kamu selamat sekarang. Aku akan mengantarmu ke rumah sahabatku. Menginaplah di sana. Besok pagi, kamu bisa kembali ke kota,” kata pengelana itu. 

Pengelana itu lalu membawa Mawara ke rumah temannya, seorang saudagar. Rumah itu memiliki taman yang luas. “Saudagar pemilik rumah ini mempunyai tiga anak perempuan,” kata si pengelana.  

Pengelana itu menceritakan masalah Mawara pada si saudagar. Saudagar itu mengijinkan Mawara tinggal di kemah di tamannya. Mawara lega dan sangat berterimakasih.

Akan tetapi, Mawara tetap tak bisa tidur. Ia pun berjaga-jaga di dalam tenda.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara anak-anak perempuan di luar tenda.