Pino yang Cerdik

By Sylvana Toemon, Jumat, 23 Maret 2018 | 05:00 WIB
Pino yang Cerdik (Sylvana Toemon)

Usia Pino baru sebelas tahun, tapi ia sangat akrab dengan laut. Maklumlah, ayahnya seorang penjaga mercu suar. Jadi Pino seringkali mendayung perahu menuju mercu suar.

Memang lampu mercu suar itu masih kuno. Sebuah lampu besar yang bahan bakarnya minyak tanah. Pada malam hari ayah Pino selalu tidur di mercu suar. Kadang-kadang Pino atau ibu dan adiknya menginap di sana. Kadang-kadang hanya ayah sendiri yang tidur di sana.

Hubungan ayah Pino dengan para tetangga, penduduk di pantai sangat baik. Tidak heran, bila kadang-kadang ada tetangga yang kehabisan minyak tanah, datang ke mercu suar dan minta agar diperbolehkan membeli minyak tanah satu atau dua liter.

Mobil tangki minyak datang ke pantai seminggu dua kali. Mungkin saja pada saat mobil datang, ada yang lupa beli minyak atau sedang bepergian, atau sedang tak punya uang.

Suatu hari ketika mobil tangki minyak datang, penduduk sedang berpesta. Ada pesta pernikahan putri kepala desa. Orang-orang berpakaian indah, makan aneka ragam masakan dan mendengar musik yang merdu. Bahkan ada pula yang menari.

Ketika itulah Pino mendekati mobil tangki minyak dan membawa dua buah jerigen. Sudah biasa, untuk keperluan lampu mercu suar. Setiap mobil tangki minyak datang, ayah Pino membeli dua jerigen. Hari ini Pino yang beli, sebab ayah dan ibunya ada di rumah kepala desa.

"Orang-orang tidak beli minyak, sebab mereka sedang sibuk pesta. Lebih baik besok Bapak-bapak datang lagi!" kata Pino.

"Tidak bisa, Pin. Sudah ada jadwalnya. Besok kami harus jualan di desa sebelah timur!"  kata Pak Manuel, penjual minyak tanah.

Pino berpikir sejenak. la tahu bahwa nanti sore pasti ada orang-orang yang kelabakan mencari minyak tanah. Mereka pastilah lari ke mercu suar. Ayahnya pasti tidak tega menolak permintaan para tetangga. Bisa-bisa lampu mercu suar kekurangan minyak dan akibatnya berbahaya bagi kapal-kapal bila lampu tidak menyala. Namun, tentu Ayah takkan membiarkan lampu mercu suar kehabisan minyak. Lalu, tetangga yang ditolak mungkin ada yang tak senang hati. Minyak tanah dibutuhkan untuk kompor, untuk lampu semprong di desa yang belum mendapat aliran listrik itu.

Maka Pino pun berunding dengan Pak Manuel. Akhirnya Pak Manuel memberi uang pada Pino. Pino pergi ke warung dan membeli 3 kaleng blik bekas biskuit. Ketiga kaleng itu diisi penuh dengan minyak tanah dan dibawa ke rumah Pino. Pino berjanji akan mengantarkan uangnya besok ke desa tetangga. la yakin ketiga kaleng minyak itu akan terjual habis.

Pada petang hari, pesta selesai. Orang-orang mulai ingat akan urusan rumah tangganya masing-masing. Ingat bahwa seharusnya tadi mereka beli minyak tanah. Namun pesta yang demikian meriah dan mengasyikkan membuat orang lupa beli minyak tanah. Kehidupan berjalan biasa lagi.

Ayah Pino bersiap-siap berangkat ke mercu suar. Dua jerigen minyak tanah ditentengnya dan dibawanya menuju perahu. Ketika itulah Pak Simon, tetangga mereka keluar dari rumahnya dan berseru, "Hoii, kami perlu minyak tanah. Tolonglah dua liter saja!"