Pino yang Cerdik

By Sylvana Toemon, Jumat, 23 Maret 2018 | 05:00 WIB
Pino yang Cerdik (Sylvana Toemon)

Suaranya yang keras justru membuat beberapa orang lain keluar dari rumahnya  masing-masing. Mereka mengerumuni ayah Pino dan dua kaleng minyak tanahnya, seperti semut mengerumuni gula.

Ayah Pino terdiam. Kalau ia menolong beberapa tetangga itu, nanti minyak tanah untuk lampu mercu suar tak cukup. Kalau tak ditolong, nanti malam mereka kegelapan. Dan mungkin  ada juga yang tak bisa memasak. Lagi pula untuk melayani 5-6 orang itu perlu waktu. Bisa-bisa ia terlambat menyalakan lampu mercu suar.

Ketika itulah Pino mendekati ayahnya dan berkata, "Bapak berangkat saja ke mercu suar. Di rumah ada 3 kaleng minyak tanah. Aku bisa mengurus penjualannya. Besok akan kuantar uang hasil penjualan minyak pada Pak Manuel ke desa sebelah timur,"

"Bagus, Pino. Terima kasih!" kata ayahnya dengan wajah berseri-seri.

Ayah Pino menuju perahunya dan Pino kembali ke rumah. la mengurus penjualan minyak tanah. la membatasi supaya orang tidak membeli lebih dari 5 liter. Dengan demikian orang-orang di desa bisa mempunyai minyak sampai mobil tangki minyak datang tiga hari kemudian.

Menjelang malam, pekerjaan Pino selesai. la memandang dengan puas tiga kaleng minyak tanah yang kosong dan uang hasil penjualannya. Lalu ia mendayung perahu menuju mercu suar untuk melapor pada ayahnya.

"Bagus, Pino. Kelak kamu akan jadi pemimpin. Kamu bias membaca situasi dan mengambil tindakan yang tepat. Aku bangga padamu," kata ayah Pino. "Lain kali, kalau di desa ada pesta bertepatan dengan mobil tangki minyak datang, kita akan memperingatkan para tetangga untuk tidak lupa membeli minyak."

Pino tertawa dan berkata, "Kupikir tidak apa-apa kalau mereka lupa. Tadi mereka membeli dengan harga yang lebih mahal sedikit. Jadi aku dapat untung sedikit."

Ayah dan Pino tertawa. Setujukah kamu dengan pendapat Pino? Atau kamu lebih suka dengan pendapat ayahnya?

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna