Usahawan Cilik

By Sylvana Toemon, Selasa, 24 April 2018 | 05:00 WIB
Usahawan Cilik (Sylvana Toemon)

Dalam kegelapan malam di tempat tidur Udin berpikir. Cukup banyak rumah di kompleks BTN ini dan cukup sering lampu mati. Juga kalau perbaikan listrik butuh waktu 3 hari, pastilah banyak lilin diperlukan seiama tak ada aliran listrik.

Tiba-tiba sebuah gagasan timbul di benak Udin. Lalu ia bangkit dan keluar kamar. Ibu dan Ayah masih bercakap-cakap di ruang tamu. Suasana gelap justru membuat Ibu santai. Biasanya kalau lampu menyala, ada saja yang dikerjakan Ibu.

"Bu, Pak, bagaimana kalau besok aku ambil tabungan Rp 20.000,00 dan kubelikan lilin di pasar besar. Pasti harganya lebih murah. Lalu kujual pada para tetangga!" kata Udin. "Satu pak dijual Rp 500,00. Mungkin aku bisa membelinya dengan harga Rp 400,00. Ada harapan laku. Katanya perbaikan listrik butuh waktu 3 hari," Udin mengemukakan gagasannya.

"Gagasan baik selalu boleh dicoba. Untuk permulaan kamu harus menawarkannya dari rumah ke rumah," nasihat Ayah. "Apa kamu tidak malu?"

"Oh, tidak. Namanya orang berdagang, kok, malu!" jawab Udin.

Esok harinya sepulang sekolah Udin membeli 40 pak lilin dengan harga Rp 400,00 per-pak. Namun, ketika ia tiba di rumah lampu sudah menyala.

Udin agak kecewa dan berkata, "Kok, petugas PLN kerjanya cepat benar, Bu. Kata orang butuh waktu tiga hari untuk memperbaikinya."

Ibu tertawa. "Mereka bekerja malam dan siang. Kita bersyukur lampu lekas menyala. Tak apa, simpan saja lilinmu. Suatu waktu pasti berguna," kata Ibu.

Namun, sore itu Udin berkeliling juga untuk menawarkan lilin. Orang-orang tak mau membeli, sebab merasa tidak memerlukan lilin, karena listrik sudah menyala.

Sampai satu minggu kemudian listrik tidak padam-padam. Udin makin kecewa. Rupanya ia salah perhitungan. Hari Minggu, pamannya yang memiliki toko datang. Udin bercerita tentang usahanya yang gagal.

"Jangan kecil hati. Suatu waktu lilinmu pasti laku. Pilihanmu untuk menyediakan lilin sudah tepat. Tapi kamu harus tabah dan sabar. Pedagang tak boleh lekas kecil hati. Mula-mula memang sulit, tapi nanti kalau sudah berhasil, akan kamu rasakan senangnya," nasihat Paman.

Hari-hari terus berlalu. Lilin masih bertumpuk di dus di sudut kamar Udin. Membisu, seolah-olah menyatakan bahwa mereka sabar menanti. Tiap kali Udin melihatnya, Udin ingat nasihat pamannya: "Jangan kecil hati. Suatu waktu lilinmu pasti laku."