Sinta merasa sangat sedih hari ini. Ia duduk di meja belajar dan mengambil buku harian kesayangannya. Sinta menulis semua kesedihannya karena Bapak tak bisa pulang. Tanpa sepengetahuan Sinta, Ibu mengintip dari celah pintu yang terbuka.
“Sin, kita makan yuk! Habis itu kita telepon Ayah,” kata Ibu.
Sinta berdiri dan mengikuti Ibu ke dapur. Sepanjang makan malam, Sinta hanya diam saja. Ia masih bersedih karena Bapak tidak bisa pulang.
“Bu, apa Bapak tidak sayang Sinta ya?” kata Sinta.
“Kenapa Sinta bertanya begitu?” kata Ibu.
“Bapak memilih bekerja daripada ketemu Sinta. Kan Sinta kangen,” jawab Sinta.
“Bapak bekerja supaya Sinta bisa terus sekolah. Bapak mau Sinta jadi anak hebat. Jadi artinya…,”kata Ibu.
“Bapak sayang Sinta,” jawab Sinta.
Malam itu Sinta kembali menulis di buku hariannya, sahabat Sinta bila merasa sendirian. Buku harian itu dibelikan oleh Bapak dan boleh dibaca Ibu dan Bapak jika sudah minta izin Sinta.
Sampailah di hari Minggu. Sinta sudah lupa akan rasa sedihnya, ia asik bermain masak-masakan bersama Arya, adik kecilnya. Ada motor yang masuk ke rumah. Sinta mengenali suara motor itu.
“Bapaaaaaakkkk,” teriak Sinta sambil berlari ke serambi rumah.
“Waaah anak Bapak semangat sekali,” kata Bapak sambil memeluk Sinta.