Perkedel Sukun

By Sylvana Toemon, Sabtu, 14 April 2018 | 10:00 WIB
Perkedel sukun (Sylvana Toemon)

“Rumah barumu asyik sekali,” puji Nia yang dari tadi diam saja.

“Iya. Aku suka sekali tinggal di rumah ini. Rasanya seperti liburan setiap hari,” sahut Runi dari balik pohon cabai.

“Sepertinya cabainya sudah cukup banyak,” tegur Salsa.

Salsa selau cermat melihat keadaan. Dia adalah pengamat yang baik. Dia segera mengingatkan teman-temannya ketika melihat keranjang rotan yang dipegang Runi sudah terisi penuh oleh cabai merah.

“Pantas saja keranjangnya berat sekali he he he,” kata Runi.

Kelima anak itu berjalan beriringan, kembali menuju dapur. Di dapur, Rudi dan Bu Dini sedang menumbuk-numbuk sukun goreng. Melihat ibu dan adiknya sudah mulai bekerja, Runi pun segera bertindak. Bu Dini memang sering memasak bersama anak-anaknya. Karena sudah terbiasa, Runi segera melakukan pekerjaan lainnya tanpa diminta.

“Kami ngapain, nih? Apakah ada yang bisa dibantu?” tanya Naura.

Runi segera membagi pekerjaan ke teman-temannya. Ada yang memotong daun bawang. Ada yang mengupas bawang putih. Ada juga yang membuat sambal. Keyla yang pembersih mencuci bahan-bahan makanan itu tanpa harus diminta.

“Nah, sekarang kita membentuk perkedelnya,” kata Bu Dini.

Anak-anak itu berebutan ingin membuat bulatan perkedel. Mereka semua memakai sarung tangan plastik. Bulatan-bulatan perkedel itu diletakkan di atas nampan. Perkedel buatan mereka ukurannya bermacam-macam, ada yang besar, ada yang kecil.

Beberapa saat kemudian, perkedel sukun itu tersaji di meja makan.

“Biarpun ukurannya berbeda-beda, tapi rasanya sama enaknya! Yuuum yummm!” seru Runi.

Semua tertawa gembira menikmati perkedel sukun buatan mereka.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon