Dokter Cilik

By Sylvana Toemon, Senin, 9 April 2018 | 05:00 WIB
Dokter cilik (Sylvana Toemon)

Seminggu lagi akan diadakan pemilihan dokter cilik di sekolah Runi dan Rudi. Dari setiap kelas akan dipilih 2 orang anak. Hampir semua anak ingin dipilih menjadi dokter cilik, kecuali Rudi. Rudi tidak ingin menjadi dokter karena ia tidak suka bertemu dokter. Setiap kali bertemu dokter, ia selalu dalam keadaan sakit.

“Kita harus selalu bersih supaya dipilih,” kata Runi sebelum pergi ke sekolah.

“Dipilih bagaimana?” tanya Bu Dini ingin tahu.

“Dipilih jadi dokter cilik,” jawab Rudi pelan. Ia tidak seantusias kembarannya.

“Mama dulu juga dokter cilik, lo,” kata Bu Rini bangga.

Seperti anak-anak lainnya, Runi sangat ingin terpilih menjadi dokter cilik. Sudah beberapa hari ini ia menjaga kebersihan pakaiannya. Ia juga rajin menjaga kebersihan kelas. Keinginannya bertambah besar saat tahu ibunya juga pernah menjadi dokter cilik.

“Hari ini kalian akan menjawab beberapa pertanyaan di kertas ini. Jawablah dengan jujur sesuai dengan diri kalian,” kata Bu Guru sambil membagikan kertas.

Di kertas itu, ada beberapa pertanyaan tentang kebersihan, kesehatan, dan juga kepedulian pada sesama. Rudi menduga pertanyaan itu akan digunakan untuk memilih dokter cilik. Ingin sekali Rudi menjawab asal-asalan, namun akhirnya dia tetap menjawab semua pertanyaan dengan jujur.

“Besok akan diumumkan yang akan menjadi dokter cilik. Siapa yang mau menjadi dokter cilik?” tanya Bu Guru.

Dari tempat duduknya, Rudi bisa melihat semua anak mengangkat tangannya. Hanya ia sendiri yang meletakkan kedua tangannya di atas meja.

Esoknya, Bapak Kepala Sekolah mengumumkan siapa saja yang akan menjadi dokter cilik. Setiap nama yang disebutkan, disambut dengan tepuk tangan. Pikiran Rudi melayang ke sebuah ruang rawat di rumah sakit, di mana ia pernah dirawat selama 3 hari. Lamunan Rudi langsung buyar saat ada yang menepuk-nepuk bahunya.

“Rudi, selamat, ya! Kamu terpilih jadi dokter cilik. Mama pasti bangga padamu,” kata Runi.