Tertinggal di Dalam Kereta (Bag. 2)

By Putri Puspita, Sabtu, 15 Juli 2017 | 04:19 WIB
Kakek dan Cucu. Ilustrasi: https://fthmb.tqn.com (Putri Puspita)

Wajah Ratih begitu pucat karena ketakutan. Ia tertinggal di dalam kereta. Bu Guru dan kedua temannya, Omang dan Sari sudah turun di stasiun sebelumnya. Ini karena Ratih menolong seorang Kakek tua yang tidak mendapat tempat duduk di kereta. Kakek itu juga membawa sebuah boneka beruang besar, sehingga terlihat kerepotan

Kereta terus melaju. Ratih semakin bingung. Ia tidak membawa telepon genggam karena dititip ke Bu Ratna. Bahkan, ini pertama kalinya ia naik kereta karena di Bali tidak ada kereta. Ratih kebingungan

“Ada apa, Nak?” tanya Kakek tua yang baru saja ia tolong.

“Kek, saya ketinggalan kereta. Bu Guru dan teman-teman sudah turun tadi. Bagaimana ya, Kek?” kata Ratih panik.

“Oh, stasiun apa ya tadi?” tanya Kakek itu.

“Stasiun apa ya Kek, Ratih juga lupa,” jawab Ratih.

“Hmmm… kamu mau kemana?” tanya Kakek itu.

“Ke Taman Ismail Marzuki, Kek,” jawab Ratih.

“Oh, Stasiun Cikini,” jawab Kakek itu.  “Yuk, kita turun saja di stasiun ini,” kata Kakek sambil berdiri.

Ratih kasihan pada kakek tua itu, tetapi ia tidak kenal siapa-siapa lagi.

“Kek, maafkan Ratih yaa,” kata Ratih.

Kakek itu tersenyum dan menjawab,”Tidak apa-apa. Ini namanya Stasiun Gondangdia Ratih,” jawab Kakek.

Mereka naik kereta yang melaju ke arah yang berlawanan. Perlahan-lahan wajah Ratih semakin tenang karena bisa kembali ke Stasiun Cikini. Namun, ia juga khawatir dengan kondisi Kakek yang sudah tua. Kakek ini pasti ingin bertemu cucunya dan memberi hadiah itu.

“Kalau Kakek mau kemana?” kata Ratih.

“Enggak kok, Kakek hanya ingin jalan-jalan. Kakek tinggal jauh dari sini. Kakek suka naik kereta,” kata Kakek. “Kalau Ratih mau apa di Taman Ismail Marzuki?” tanya Kakek.

“Mau pentas tari Bali Kek,” jawab Ratih.

“Wah hebaaat. Ratih pintar menari!” kata Kakek.

Tiba-tiba dari kejauhan, ada yang memanggil-manggil nama Ratih. Saat menoleh, ia melihat Bu Ratna dan teman-teman. Ratih sangat senang.

“Kek, makasih ya sudah mengantar Ratih,” kata Ratih sambil bersalaman dengan Kakek. Bu Ratna dan teman-teman pun ikut bersalaman.

“Iya sama-sama. Kakek senang bisa mengantar Ratih. Ini buat kalian, anak-anak. Kakek cuma punya satu, nanti main bonekanya gantian ya,” kata Kakek sambil menyerahkan boneka beruang besar yang dari tadi ia bawa.

“Ah, tidak Kek. Itu pasti hadiah untuk cucu Kakek,” kata Ratih menolak.

“Kakek tidak punya cucu lagi,” jawab Kakek itu. “Jadi, diterima, ya,” kata Kakek.

Ratih kaget mendengar jawaban Kakek. “Lalu untuk siapa boneka itu?” tanya Ratih dalam hati.

“Dulu setiap Sabtu, Kakek suka berkereta dan jalan-jalan dengan cucu Kakek. Namun, saat ia berumur 7 tahun, ia hilang. Banyak yang bilang, ia diculik. Kakek sudah 4 tahun tidak bertemu cucu Kakek,” kata Kakek itu dengan wajah sedih.

“Kek, Ratih terima ya bonekanya. Ratih mau jadi cucu Kakek,” jawab Ratih.

“Makasih ya Ratih, kamu anak baik. Kakek tetap suka naik kereta, berharap bisa bertemu cucu kakek lagi. Terakhir kali Kakek pergi dengan cucu Kakek, adalah saat kami beli boneka beruang ini,” kata Kakek sambil menunduk, matanya berkaca-kaca.

“Omang berdoa supaya Kakek bisa bertemu cucu Kakek yang hilang,” kata Omang.

“Iya Kek, Sari juga selalu doakan,” tambah Sari.

Ratih, Omang, dan Sari pun memeluk Kakek. Dalam hati mereka berdoa agar Kakek segera bertemu dengan cucunya kembali. Sebelum berpisah ke tempat tujuan masing-masing, Bu Ratna memberikan Kakek kue pia dari Bali untuk Kakek karena sudah berbaik hati mengantar Ratih kembali. 

(SELESAI)