"Sebagai ganti, aku akan mintaAyah mengantar ke toko buku sekarang juga!" pikir Nina.
Di kebun belakang, Nina menemukan Ayah sedang pulas tertidur di bale-bale dekat kolam. Bajunya masih berlepotan lumpur. Rupanya Ayah baru selesai memanen ikan lele. Entah mengapa, rasa marah Nina tiba-tiba lenyap saat melihat ayahnya tertidur pulas.
"Mungkin Ayah kecapekan. Ah, kasihan, Ayah, kalau aku marah-marah. Setiap hari Ayah bekerja keras untuk aku, Riko, dan Ibu," batin Nina.
Petok, petok!
Suara ayam betina membangunkan Ayah. Ayah terkejut begitu melihat Nina berdiri di sampingnya.
"Astaga! Jam berapa ini?" kata Ayah.
"Ayah lupa! Nina jalan kaki, ya?" tanya Ayah lagi.
Nina mengganguk. Wajahnya lelah dan merah tersengat terik matahari. Bajunya basah mandi keringat.
"Nina, maafkan Ayah, ya!" kata Ayah sambil memeluk Nina.
"lya, iya. Sudah Nina maafkan dari tadi," ucap Nina sambil ikut duduk di bale-bale.
"Ayah bangga sekali. Kamu anak yang pemaaf. Tidak marah meski kamu dibuat susah," ujar Ayah.
"Apa susahnya, sih, Yah, memaafkan," ujar Nina. "Apalagi kalau Ayah belikan majalah bergambar Meteor Garden," kali ini Nina tersenyum malu-malu.
"Hahaha... anak pemaaf sepertimu rasanya memang pantas diberi hadiah majalah," tawa Ayah sambil mengacak rambut Nina. Ah, senangnya Nina memiliki Ayah yang baik.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sigit Wahyu.