Kebaikan Hati Berbuah Mangga Manis

By Putri Puspita, Jumat, 28 Juli 2017 | 06:19 WIB
Pohon mangga Lira. Ilustrasi: http://www.teachersofindia.org (Putri Puspita)

Sudah beberapa bulan ini Lira menanam buah mangga di kebun sebelah rumahnya. Mangga itu ia tanam karena ibu Lira sangat suka dengan buah mangga. Ketika waktunya pulang kampung, ia senang sekali bisa memetik buah mangga itu dan membawanya untuk ibu.

“Ra, mangga ini manis sekali. Ibu suka. Pasti karena kamu menanamnya dengan baik,” kata Ibu.

“Ibu bisa saja memuji. Lira senang sekali kalau ibu suka mangganya,’’ jawab Lira.

“Oh iya, orang yang punya lahan tidak marah kalau kamu tanam mangga di lahannya Ra?” tanya Ibu.

“Aku sudah izin, kok, Bu, untuk tanam bibit mangga sejak awal. Buahnya juga sudah aku bagi, untuk pemilik lahan dan untuk Ibu. Bahkan masih bisa aku bagikan ke orang lain,” jawab Lira.

Membawakan mangga untuk Ibu adalah saat-saat yang selalu dinanti Lira. Selain itu, merawat pohon mangga juga menjadi kegiataan yang membuat Lira bahagia. Ia bahkan ingin memiliki kebun mangga suatu hari nanti jika ada modal yang cukup.

Suatu hari, Lira dibangunkan dengan suara keras mesin-mesin. “Ada apa ,ya?” tanya Lira sambil membuka jendela.

Ternyata suara mesin itu berasal dari lahan di sebelah, seperti akan membangun rumah. Lira gembira karena akhirnya lahan itu hidup kembali karena aka nada rumah. Namun, Lira mungkin akan kehilangan pohon mangga yang ia sudah rawat.

“Pak, ini akan bangun rumah, ya?” tanya Lira.

“Tidak, Mba, semacam tempat belajar,” jawab salah satu tukang bangunan.

“Oh… tempat belajar,” kata Lira.

“Kalau pohon mangga ini apa masih bisa tetap ada Pak?” tanya Lira lagi.

“Kalau kata mandor, harus ditebang dulu, Mba, supaya pembangunan lancar,” jawab bapak satunya.