Anak misterius itu menunjuk-nunjuk pada layar sentuh dan membuka sebuah aplikasi permainan yang dapat dimainkan berdua. Rudi dan Runi memainkan permainan itu dengan petunjuk dari teman baru mereka.
“Horeee, kita berhasil membuat lukisan yang indah,” sorak Rudi dan Runi kompak.
Kegembiraan mereka itu berakhir saat mereka terbangun di lantai perpustakaan. Seberkas sinar matahari nampak dari balik gorden. Ternyata sudah pagi. Rupanya mereka tertidur dan bermimpi. Kedua anak itu saling memandang dengan heran. Mereka bertambah heran saat menceritakan mimpi masing-masing. Mimpi mereka hampir sama.
“Runi, bagaimana kalau kita main game bersama seperti di mimpi kita?” usul Rudi.
“Yuk. Eh, kok, game-nya tidak ada, ya?” ucap Runi heran.
“Tentu saja tidak ada. Itu, kan, cuma mimpi. Bagaimana kalau kita berdua langsung melukisnya di kanvas?” ujar Rudi.
“Aku boleh melukis bersamamu?” tanya Runi tak percaya.
Anggukan Rudi menjawab pertanyaan Runi. Kedua anak itu melukis di kanvas yang sama. Tangan dan wajah mereka belepotan cat. Lukisan mereka pun tak bisa dikatakan indah. Namun mereka tetap bersukacita. Tak jauh dari situ terlihat Datuk tersenyum bahagia. Di tangan Datuk ada selembar foto hitam putih. Foto itu adalah foto Datuk saat masih kecil. Anak yang ada di dalam foto itu mirip sekali dengan yang ada di mimpi Runi dan Rudi.
Bersambung
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.