“Anak-anak, jangan keluar dari sarang sementara kita ini, ya, anak-anak,” kata Ibu Beaver kepada ketiga anak-anaknya. “Ibu dan Ayah akan pergi untuk membangun tempat tinggal baru kita.”
“Selamat bekerja, Bu,” ujar Nicky si anak beaver paling kecil. Ia tidur dengan hidung di antara kaki depannya.
Esok harinya, Matahari musim semi di hutan bersinar terang. Ketiga anak beaver itu tergoda untuk bermain di luar sarang mereka. Beaver adalah hewan yang tinggal di dekat akar pohon. Mereka pandai berenang dan suka membuat bendungan di sungai. Makanan mereka adalah akar pohon serta tumbuhan.
“Hari ini, kita mau main apa?” tanya Nicky, si beaver bungsu. “Mau main petak umpat? Atau main kucing dan tikus? Atau lompat-lompatan?”
“Aku punya ide lain,” balas Basil, beaver yang paling besar.
“Kamu selalu tidak mau menerima ideku!” kata Nicky kesal.
Nicky memang benar. Ketiga kakaknya tak pernah mendengarkan idenya dengan serius. Mungkin itulah nasib anak bungsu, pikir Nicky sedih.
“Aku punya ide yang sangat bagus,” kata Basil lagi.
“Ide apa? Cepat ceritakan, Basil!” kata Wiggle, si anak tengah. Ia diberi nama begitu karena ekornya selalu bergoyang-goyang.
“Ayah dan Ibu kan sedang membangun sarang dan bendungan baru untuk kita. Nah, bagaimana kalau kita juga membangun sarang kecil untuk kita sendiri?” saran Basil.
“Oh! Itu terlalu sulit!” protes Nicky.
“Tidak, itu tidak terlalu sulit,” Basil meyakinkan Nicky. “Lihat saja nanti. Aku ini, kan, anak paling besar. Aku tahu cara melakukannya. Aku sudah pernah membantu Ayah membangun sarang. Ayo, sekarang kita turun ke sungai. Kita bikin sarang dan bendungan kita sendiri!”