Penyesalan Dako Si Anak Bebek

By Vanda Parengkuan, Selasa, 10 April 2018 | 12:00 WIB
Penyesalan Dako Si Anak Bebek (Vanda Parengkuan)

 

“Anak-anak, semua masuk ke dalam air, ya!” perintah Ibu Bebek pada ketujuh anaknya yang masih kecil. “Semua berenang di belakang Ibu, ya!” katanya lagi.

Dengan bangga, Ibu Bebek meluruskan lehernya. Ia berenang di antara alang-alang tinggi agar anak-anaknya tersembunyi. Anak-anak bebek yang masing sangat kecil, memang dikelilingi bahaya. Elang bisa kapan saja menyambar mereka dari atas.

Ibu Bebek tak henti-hentinya memberitahu Dako, anaknya yang paling bungsu. Dako memang anak  bebek yang paling iseng.

“Jangan memisahkan diri dari rombongan. Tetap di belakang Ibu, ya, Dako!” kata Ibu Bebek.

“Huh! Aku ingin cepat-cepat menjadi bebek dewasa! Bebek kecil selalu banyak larangan!” keluh Dako sambil menghembus napas.

Hari itu, Ibu Dako mengajarkan anak-anaknya untuk terbang rendah. Dako sesekali menyelinap di alang-alang mencari katak. Ya, Dako suka menggigiti katak.

“Dakooo, jangan pergi jauh-jauh!” serkali lagi Ibu Bebek memanggil Dako yang menghilang dari dekatnya.

Ibu Ogi Katak mengintip dari air.

“Ugh... Si anak nenek yang rakus itu datang lagi! Anak bebek pemakan katak!” keluh Bu Ogi kesal. Ia cepat-cepat pergi dari sana membawa anak-anaknya.  Sayangnya, Dako melihatnya.

“Oh, ha ha ha... Ada keluarga katak!” seru Dako girang. “Aku bisa makan katak hari ini! Ha ha ha... menyenangkan sekali!” 

Dako kembali memisahkan diri dari ibu dan keenam saudaranya. Ia menyelinap pergi untuk mengikuti keluarga katak. Namun tiba-tiba, muncul seekor elang di udara. Dengan cepat elang itu terbang merendah, siap menyambar Dako.

Bu Ogi kebetulan menengok ke belakang. Ia terkejut melihat si elang yang sudah dekat sekali di atas Dako.

“Bebek keciiil, jangan ikuti kami! Lihat ke atas! Ada elang!”

 Dako sangat terkejut. Ia buru-buru berenang, masuk ke antara ilalang tinggi. Elang pun kehilangan santapannya.

Setelah elang itu pergi, Dako keluar lagi dari antara ilalang. Ia menghampiri Ibu Ogi dan anak-anaknya yang juga sembunyi tak jauh dari situ.

“Terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku hari ini, Bu Ogi,” kata Dako penuh sesal. “Apa yang harus kulakukan sebagai balas budi?” tanya Dako lagi.

“Kau harus berjanji padaku untuk tidak makan katak lagi. Makanlah makanan lain,” kata Bu Ogi.

“Baiklah, Bu! Aku janji tak akan mengganggu katak lagi. Aku juga akan meminta saudara-saudaraku untuk tidak menggigiti katak lagi!” kata Dako.

Dengan malu, Dako menceritakan pengalamannya itu pada Ibu dan keenam saudaranya. Tubuh Dako masih suka gemetar kalau teringat kejadian itu. Sejak saat itu, Bu Ogi dan anak-anaknya tak lagi diganggu Dako dan saudara-saudaranya. Mereka hidup berdampingan dengan damai. 

Teks: Edi

Dok. Majalah Bobo