Mengenal Pewarna yang Berbahaya

By willa widiana, Selasa, 15 Agustus 2017 | 02:15 WIB
Mengenal Pewarna yang Berbahaya (willa widiana)

Saat ini banyak makanan yang unik, entah itu dari segi rasanya, bentuknya, hingga warnanya. Yap, warna makanan yang unik memang sangat menarik perhatian dan menaikkan niat kita untuk membeli makanan tersebut.

Akan tetapi, kita tetap harus berhati-hati terhadap makanan dengan warna menarik itu. Kenapa? Karena ada beberapa orang tak bertanggung jawab yang menggunakan pewarna berbahaya, sebagai pewarna makanan.

Agar tidak tertipu, kita harus bisa mengenal pewarna yang berbahaya itu. Menurut The centre for Science in the Public Interest atau CSPI, ada 5 pewarna makanan yang harus kita hindari!

Red 40

Pewarna bernama Red 40 ini berisi benzidene. Konon, zat itu bersifat karsinogen (dapat menimbulkan kanker dalam jaringan hidup). Meski begitu, pewarna ini masih digunakan dalam pembuatan sundae di restoran cepat saji, obat anak-anak berbentuk sirup, corn flake, minuman ringan, dan juga permen.

Namun, kamu jangan khawatir, karena ada takaran khusus dalam penggunaan pewarna ini. Jadi, penggunaannya cukup aman selama masih dalam batas takaran itu. Menurut FDA, takaran yang aman untuk penggunaan pewarna Red 40 ini adalah tujuh milligram perkilogram berat badan.

Yellow 5

Pewarna Yellow 5 atau yang dikenal dengan tartazine ini biasanya digunakan dalam obat-obatan, vitamin, dan antasida. Menurut FDA, takaran yellow 5 yang pas adalah 5 miligram perkilogram berat badan. Tidak boleh lebih.

Jika penggunaannya berlebihan, maka tubuh kita akan merasakan alergi dan sistem informasi sel pun akan rusak. Selain itu, penggunaan pewarna Yellow 5 pada anak-anak bisa menurunkan kadar seng dan menyebabkan masalah konsentrasi.

Blue 1

Pewarna bernama Blue 1 biasanya digunakan dalam celana jeans. Konon, pewarna ini bisa bisa meresap ke tubuh kita melalui kulit.

Jika tubuh kita menyerap Blue 1 terlalu banyak, maka sel-sel saraf di tubuh kita akan rusak. Selain itu, tubuh kita juga berisiko terkena kanker, kerusakan kromosom, reaksi alergi, hingga perubahan prilaku.