Nasib di Tanganmu Sendiri

By Sylvana Toemon, Selasa, 20 Maret 2018 | 08:10 WIB
Nasib di tanganmu sendiri (Sylvana Toemon)

“Aku memikirkan kesempatan emas yang terbentang di hadapan kita,” kata Midori.

“Sabar, nona-nona. Di kota besar, banyak kesempatan emas. Manfaatkan saja sebaik-baiknya,” pesan wanita tua itu sebelum turun.

Di kota, kedua gadis itu berjalan-jalan. Mereka melihat pengumuman Pemilihan Gadis Tercantik Sekota.

“Mungkin ini kesempatan emas yang dimaksud!” kata Midori dengan semangat. Akhirnya mereka memutuskan untuk ikut serta.

Maka, persiapan pun dilakukan. Keduanya sibuk menjahit kimono yang indah, merawat rambut serta kulit mereka yang memang sudah halus. Pada hari yang ditentukan, kedua gadis itu dan para peserta lainnya berlomba. Ternyata Midori menang. Midori mendapat banyak hadiah, bahkan ia diminta menyanyi.

Selesai menyanyi, orang-orang bertepuk tangan dengan meriah. Seusai acara, Midori diminta untuk bekerja sebagai penyanyi di sebuah restoran dan mendapat imbalan yang tinggi. Beberapa perusahaan iklan juga memintanya untuk menjadi model  iklan. Hari demi hari, Midori sibuk dengan urusan di kota. Bahkan ia hanya pulang sekali seminggu. Itu pun kadang ia tak mengunjungi Keiko. Alasannya capek, mau beristirahat. Keiko pun bosan datang ke rumah Midori dan mendengarkan cerita-cerita keberhasilan Midori dan indahnya kehidupan di kota, sementara ia sendiri kesepian di desa.

Keiko juga merasa kehilangan sahabat. Rasa iri hati mulai timbul. Kenapa Midori demikian beruntung? Bukankah ia juga cantik? Dalam hati, Keiko mulai tidak suka pada sahabatnya. Bahkan terlintas dalam pikirannya untuk merusak wajah Midori! Namun, ia sendiri terkejut dengan pikiran buruk itu.

“Mungkin yang dimaksud peramal itu adalah aku akan merusak wajah Midori dan kemudian aku masuk penjara!” pikir Keiko. Ih, Keiko tak mau masuk penjara.

Keiko pergi ke rumah neneknya dan menceritakan masalahnya. Keiko disarankan untuk menggunduli rambutnya dan tinggal tiga bulan di kuil untuk belajar membersihkan hati dan pikiran.

Keiko bersedia melakukan hal itu. Tiga bulan kemudian, ia kembali ke rumahnya. Hatinya diliputi ketenangan dan kasih sayang.

Minggu itu, Midori datang menemuinya.

“Aku masih menyanyi di restoran. Ada dua pemuda yang mencintaiku. Mereka bersaing memberiku hadiah,” kata Midori.