Nasib di Tanganmu Sendiri

By Sylvana Toemon, Selasa, 20 Maret 2018 | 08:10 WIB
Nasib di tanganmu sendiri (Sylvana Toemon)

“Pilihlah salah satu. Jangan mempermainkan hati orang,” sahut Keiko.

“Kalau kupilih satu, berarti aku kehilangan hadiah. Keduanya anak orang kaya!” kata Midori.

“Kamu dikuasai keserakahan akan harta benda. Itu berbahaya,” nasihat Keiko.

“Kamu mengatakan itu karena kamu belum merasakan senangnya memiliki banyak benda yang indah,” tukas Midori.

Seninnya, Midori berangkat lagi ke kota. Pada hari Selasa, Keiko mendapat berita bahwa Midori dirawat di rumah sakit. Kedua pemuda yang mencintainya berkelahi di restoran dan Midori berusaha melerai, tetapi pipinya malah terluka.

Seminggu lamanya Midori dirawat di rumah sakit. Kemudian ia pulang ke desa. Luka di pipinya meninggalkan bekas, ia tak bisa lagi menjadi penyanyi. Ia juga kehilangan kedua kekasihnya.

Keiko berusaha menghiburnya. Mereka menyulam lagi, pergi ke bukit, dan menyanyi. Namun, hati Midori tetap sedih. Bahkan, ia iri melihat Keiko yang berwajah sempurna.

Suatu hari, mereka membicarakan tentang ramalan wanita itu.

“Aku percaya pada ramalan wanita itu. Kesempatan emas kudapatkan, wajahku rusak, dan aku iri hati padamu. Kini,aku bertanya-tanya apakah aku akan masuk penjara juga,” kata Midori.

“Tidak, Midori. Nasib berada di tangan kita sendiri. Ketika kamu sedang menikmati sukses di kota, akusangat kesepian dan merasa iri hati. Iri hati itu sangat menguasaiku. Ingin rasanya aku merusak wajahmu. Namun, akibatnya pastilah aku masuk penjara. Karena itu aku menggunduli rambutku dan belajar membersihkan hati dan pikiran,” demikian pengakuan Keiko.

“Bagiku, itu suatu kesempatan emas.Belum pernah aku berbahagia seperti sekarang.” Midori termenung.

Akhirnya ia memutuskan untuk membersihkan hati dan pikirannya. Waktu terus berlalu. Keiko dan Midori tetap bersahabat. Mereka mendapat kesempatan emas yang lebih berharga, yaitu menjadi pekerja sosial.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.