Wang dan Mei

By Sylvana Toemon, Rabu, 14 Maret 2018 | 12:00 WIB
Wang dan Mei (Sylvana Toemon)

Di suatu desa, hiduplah seorang petani bernama Wang. Ia  tinggal dengan ibunya dan istrinya, Mei. Setiap pagi, Wang berangkat ke sawah, sementara Mei melakukan tugas rumah tangga di rumah.

Walaupun Mei bekerja dengan rajin, mertuanya sering memarahinya. Ada-ada saja alasan ibu mertua itu untuk menyalahkan Mei. Namun, Mei bersabar saja karena ia mengasihi Wang.

Suatu hari ketika Wang pulang ke rumah, ia tidak menjumpai istrinya. “Di mana Mei, Ibu?” tanya Wang dengan cemas.

“Istrimu tidak pandai mencuci baju. Bajuku masih kotor, walaupun sudah dicuci. Kusuruh ia mengambil air di mata air untuk mencuci ulang bajuku!” jawab ibu Wang.

“Besok, kan, masih bisa. Kasihan, Mei sudah capek. Lagi pula berbahaya wanita pergi sendiri ke mata air. Kadang-kadang ada sekelompok kera datang ke sana!” kata Wang. “Sekarang akan kususul.”

“Biarkan saja. Kamu terlalu memanjakan istrimu,” ibu Wang bersungut-sungut.

Akan tetapi, Wang tetap berangkat. Di mata air ada dua ember kayu dan pikulan, tetapi tidak ada Mei. Sementara itu apa yang dialami Mei? Sore itu, Mei berangkat dengan punggung sakit. Di mata air ia duduk sejenak melepaskan lelah. Tiba-tiba tercium bau yang aneh. Mei sangat gugup saat melihat seekor harimau siap menerkamnya.

Mei pun lari meninggalkan ember dan pikulannya. la berlari jauh ke dalam hutan. Untunglah seekor kijang melintas dan si harimau menerkam kijang itu. Mei lolos dari bahaya. Saat itu ia sudah sampai di suatu dataran terbuka.

Di situ ada pepohonan dan sebuah mata air dengan air menggelegak berwarna merah jambu jernih. Mei yang sudah sangat lelah, duduk di  bawah pohon, dan meminum dari mata air itu. Rasanya amat menyegarkan. Mei kembali merasa kuat.

la berjalan lagi sampai ke rumah yang tak jauh dari situ. Seorang perempuan tua menyambutnya dengan ramah dan mengizinkannya menginap di situ.

Akan tetapi, ketika ia melihat leher Mei, dengan cemas ia berkata, “Celaka. Di lehermu ada bulatan merah jambu. Itu disebabkan kamu minum dari mata air milik raksasa berjenggot merah jambu. Ia akan membawa setiap wanita yang minum dari mata airnya ke puncak gunung dan menjadikannya istrinya.”

Betul, tiba-tiba terdengar suara berdebum dan muncullah si raksasa dari arah belakang rumah. Dengan mudah ia memanggul Mei bagaikan anak kecil menggendong boneka. Sementara itu, Wang terus masuk ke hutan dan akhirnya tiba juga di rumah perempuan tua itu. Hari sudah gelap.