“Anjingmu tidak boleh lagi masuk ke rumahku!” Biru menghentikan langkahku di depan pagar rumahnya. Aku menatapnya bingung. Sementara Mio, anjingku, mencoba menerobos pagar. Aku segera menariknya.
“Anjingmu mencuri!” Biru menjelaskan dengan yakin. “Kemarin aku kehilangan baju di jemuran, hari ini topiku juga hilang.”
“Masa anjingku kamu tuduh mencuri!” sanggahku.
“Mbak Dauh melihat Mio menarik bajuku dari jemuran,” sungut Biru.
“Katanya, tadi pagi anjingmu juga sempat masuk ke sini, lalu topiku hilang!”
“Kamu temanku! Bisa-bisanya kamu percaya begitu saja!” Aku mulai marah.
“Kalian bertengkar?” Mbak Dauh menyela dari teras. “Alun, mengapa tidak masuk?”
“Biru menuduh anjingku mencuri. Mio dilarang masuk!” sahutku nyaris berteriak.
“Ooh…!” Mbak Dauh berjalan mendekati kami. Baru beberapa bulan ini ia bekerja di rumah Biru. Usianya empat tahun di atas usiaku dan Biru.
“Sudah Mbak bilang, jangan memperpanjang masalah ini. Nanti kalian jadi bertengkar. Terbukti, kan, sekarang!” omel Mbak Dauh kepada Biru.
Lalu matanya beralih ke arahku sambil berkata, “Mbak memang sempat melihat Mio menyeret baju kaos Biru kemarin petang. Sayangnya, Mbak tidak sempat mengejar Mio.”
“Tidak mungkin!” tukasku sengit. Aku benar-benar marah sekarang.