“Kek, apakah itu hadiah waktu kakek menang lomba?” tanya Susan.
Kakek tersenyum dan mengangguk. Susan sangat gembira karena ia menjawab dengan benar. Namun, ia masih penasaran, lomba apa yang hadiahnya televisi.
“Kakek lomba apa waktu itu?” tanya Susan. Namun, Susan buru-buru menyadari bahwa ia sudah tahu jawabannya.
“Pasti bulu tangkis yaah!” kata Susan lagi dengan sangat yakin.
Kakek lagi-lagi tersenyum dan mengangguk. “Cucu kakek memang pintar!” kata Kakek sambil mengusap kepala Susan.
Percakapan tidak berhenti sampai disana. Susan masih ingin mendengar cerita lengkap kenapa bisa hadiahnya televisi. Setahu Susan kalau menang itu akan mendapat medali.
“Waktu itu Kakek mendapat kesempatan untuk mewakili kota dalam pertandingan bulu tangkis. Kakek ingin sekali punya televisi karena ingin tahu banyak berita. Akhirnya, sebelum bertanding, Kakek bilang ke Bapak Walikota waktu itu kalau Kakek menang, hadiahnya tidak usah medali, televisi saja. Pak Walikota setuju,” kata Kakek.
“Waaah…. lalu Kakek menang ya. Hebat!!!!” jawab Susan.
Kakek menggeleng. Wajah Susan menjadi bingung. “Waktu itu kakek tidak sampai final,” jawab Kakek.
“Kakek sangat sedih karena tidak menang dan artinya Kakek tidak jadi punya televisi. Nah, besoknya tiba-tiba ada yang membawa televisi ke rumah. Katanya dari Pak Walikota,” kata Kakek.
“Wah baik sekali!!” kata Susan.
“Kakek senang sekali saat itu. Namun, Kakek tahu itu adalah titipan. Saat itu Kakek berjanji akan berjuang sekuat tenaga saat pertandingan bulu tangkis. Barulah terkumpul medali-medali itu. Kakek sayang sekali dengan televisi itu,” kata Kakek.
Susan pun mengangguk dan memeluk Kakek. “Kakek memang hebat!” kata Susan. Ia sangat kagum pada Kakeknya yang sampai sekarang masih sering membantu persiapan atlet untuk kejuaraan bulu tangkis. Sudah terhitung ada berapa atlet asuhan Kakek yang juga menjadi juara, bahkan di pertandingan internasional. Ternyata, semangat Kakek merupakan rasa terima kasihnya pada Pak Walikota yang memberi televisi saat itu.