Gadis Kecil dan Tukang Beras

By Sylvana Toemon, Kamis, 29 Maret 2018 | 12:00 WIB
Gadis kecil dan tukang beras (Sylvana Toemon)

Suatu ketika, di pasar kecil di  sebuah desa, hiduplah seorang  tukang beras. Orangnya gemuk pendek dan perutnya gendut. Namanya Ming San. Di sebelah kiosnya, ada perempuan tua yang menjual kue-kue.

Orang-orang suka berbelanja di tempat Pak Ming San karena ia ramah, suka bergurau, dan murah hati. Setiap orang yang membeli beras selalu ditambahkannya sejumput.

Salah satu langganannya adalah Ling Ling, gadis kecil berusia 9 tahun. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam dan bibirnya mungil. Namun, hidungnya agak pesek.

Beberapa hari sekali Ling Ling selalu datang membeli beras. Karena orang tuanya kurang mampu, mereka harus beli beras eceran, tak bisa  beli untuk persediaan selama satu bulan.

Setiap kali ia datang, Pak Ming San memberinya tambahan  segenggam beras,  bahkan kadang-kadang dua genggam. Tak lupa ditariknya hidung Ling Ling dan berkata, “Biar hidungmu mancung. Kalau hidungmu mancung, kamu pantas jadi nyonya raja muda.”

Ling Ling marah dan menjerit, “Auww, awas, Pak Gendut. Kalau berani sekali lagi, aku akan menangis!”

Lalu, Pak Ming San akan menarik hidungnya sekali lagi sambil berseru pada perempuan tua di sebelah kiosnya, “Lekas, Hau Ma. Beri dia kue mangkok. Biar aku yang bayar. Aku khawatir dia benar-benar menangis!”

Maka, Ling Ling pun mendapat kue mangkok merah. la mengucapkan terima kasih, membawa berasnya, dan pulang ke rumah sementara Pak Ming San dan Hau Ma tertawa terbahak-bahak.

Jika Ling Ling bosan dengan kue mangkok, Pak Ming San yang baik hati mengizinkannya memilih kue apa

saja di kios nenek penjual kue itu. Bahkan, kalau Ling Ling sedang ingat adik laki-lakinya, dia akan mengambil dua buah kue. Dan, Pak Ming San sama sekali tak keberatan. Bahkan, tawanya bertambah keras. Ia maklum bahwa orang tua Ling Ling jarang membelikan kue dan ia ingin menyenangkan hati anak itu.

Tahun demi tahun berlalu. Ketika Ling Ling sudah berusia 12 tahun, ia tidak disuruh ke pasar lagi. Adik laki- lakinya yang menggantikan tugasnya. Ling Ling sibuk belajar memasak, menyulam, membaca kitab-kitab yang berguna. Pokoknya, mempersiapkan diri menjadi anak gadis yang pintar dan cekatan.

Akan tetapi, tukang beras di pasar itu tetap mengingatnya walaupun tak ada kesempatan menggoda Ling Ling lagi. la sering menanyakan kabar Ling Ling dan menitipkan salam untuknya lewat adik Ling Ling. Kadang-kadang, ia mengirimkan kue empat lima buah untuk Ling Ling.