Raja Bermata Sapi

By Sylvana Toemon, Selasa, 20 Maret 2018 | 11:10 WIB
Raja bermata sapi (Sylvana Toemon)

Maka, pada hari yang ditentukan, Raja dioperasi. Setelah sembuh, ia sangat bersukacita. Kegemarannya duduk di padang rumput hilang. la juga tak punya keinginan makan rumput.

Akan tetapi, ada satu hal yang mengherankannya. Sahabatnya, Danu Bijak tak pernah lagi datang ke istananya. Orang yang ia suruh menjemput Danu Bijak selalu menjawab bahwa Danu Bijak sibuk, pagi-pagi sudah pergi dan petang hari baru pulang. Akhirnya, suatu pagi, Raja pergi sendiri ke rumah Danu Bijak.

Sahabatnya itu sangat bersukacita. Ia memeluknya dan berkata,“Baginda tidak suka ke padang rumput lagi, kan?”

“Ya, aku sangat berterima kasih padamu. Aku belum bayar sekantung emas untuk orang yang memberikan  mata kirinya padaku. Katakan siapa orangnya. Aku ingin menjumpainya dan mengucapkan terima kasih serta memberikan emas itu,” kata Raja.

“Ah, itu sudah beres. Saya sudah bayarkan dulu dan orangnya juga sudah pindah ke negeri lain. Maaf, saya harus pergi. Ada urusan penting!” kata Danu Bijak.

“Tunggu dulu. Kita, kan, sudah lama tak berjumpa. Marilah ke istana dan bercakap-cakap seperti dulu!” kata Raja.

Akan tetapi, Danu Bijak menolak. Ada urusan yang harus segera diselesaikannya, tetapi ia tak mau memberitahu urusan apa.  Maka, Danu Bijak menunggang kudanya dan berangkat. Diam-diam Raja mengikutinya dari belakang. Betapa terkejut Raja ketika ternyata Danu Bijak pergi ke padang rumput di pinggir kota. Di sana, ia menghamparkan tikar dan duduk memandang rumput hijau.

Mengertilah Raja Tegar Karang bahwa sahabatnya telah mengorbankan mata kirinya dan kini Danu Bijak yang menggunakan mata sapi.

“Bijak, mengapa ini kau lakukan? Mengapa kamu korbankan matamu sendiri?” tanya Raja dengan terharu. 

“Baginda seorang raja. Tidak pantas bagi seorang raja  menghabiskan waktunya berjam-jam di padang rumput. Sedangkan saya seorang pedagang kain. Toko saya ada yang mengurus. Lagi pula, Baginda tidak ingin rahasia ini terbongkar, kan? Oh, ya, apakah Baginda sudah tahu, rumput ini enaknya dimasak apa?” tanya Danu Bijak.

Raja Tegar Karang sangat prihatin. Ia sudah mendapat mata manusia, tetapi kini ia kehilangan sahabat. Danu Bijak juga merasa bahwa ia merindukan hari-hari seperti dulu, ketika ia bisa bercengkerama dengan sahabatnya.

Suatu hari, Danu Bijak memanggil Tabib Kerani. la minta mata sapinya dicopot saja. Ia rela hanya memiliki satu mata.

Sesudah itu, Danu Bijak tidak lagi menghabiskan waktunya di padang rumput. la tetap bersahabat dengan Raja Tegar Karang. Raja sangat menghargai sahabatnya yang bermata satu itu. Mereka menikmati hari-hari yang menyenangkan dan rahasia mereka tetap tersimpan rapi.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.