Rakan duduk di bawah pohon yang rindang. Keringatnya masih bercucuran setelah membantu Paman di sawah.
“Makan yang banyak Mabing. Perjalanan kita masih panjang,” kata Rakan.
Mabing sudah jadi teman Rakan sejak kecil. Kambing berwarna putih hitam itu adalah hadiah ulang tahun dari Paman karena Rakan sudah rajin membantu di sawah. Rakan jadi ingat, waktu itu ia sangat senang ketika mendapatkan Mabing sebagai hadiah ulang tahun.
“Mabing, tau nggak, kata Paman, sebentar lagi aku akan bersekolah,” kata Rakan pada Mabing yang sedang asik mengunyah rumput.
Mabing menoleh sebentar ke arah Rakan, lalu melanjutkan mengunyah rumput.
“Kata orang-orang, kalau ke sekolah nanti, Kau tidak boleh ikut Bing. Sama siapa kau mainnya nanti, ya?” kata Rakan lagi. Rakan lalu tersenyum sendiri walaupun di dalam hatinya masih tidak tega meninggalkan Mabing.
Rakan dan Mabing melanjutkan perjalanan kembali ke rumah. Mereka berjalan melewati hijaunya sawah. Angin sepoi-sepoi berhembus. Biasanya Rakan bernyanyi sambil berjalan dan Mabing akan setia berjalan di dekatnya. Namun, sore ini Rakan tidak bernyanyi. Ia diam sepanjang perjalanan.
Mabing, sahabat Rakan, menyadari kalau ada yang berbeda. Ia mencoba mencari perhatian Rakan dengan berlari dan melompat, tetapi ekspresi Rakan tidak ceria seperti biasanya.
Sampai di rumah, Rakan disambut oleh Paman.
“Rakaaan, lihat sini! Ini tas, pensil, penghapus, buku tulis, untuk kamu. Sudah siap ke sekolah?” kata Paman dengan raut wajah begitu ceria.
Rakan sudah dianggap seperti anak sendiri. Paman sangat sayang pada Rakan. Apapun kebutuhannya, akan dipenuhi oleh Paman. Namun, itu tidak berarti Paman memanjakan.
“Lah, kok kamu seperti sedih begitu Rakan?” tanya Paman.
Rakan hanya menggeleng dan tersenyum pada Paman. “Ya sudah, kamu mandi dulu, lalu kita makan sama-sama ya!” kata Paman lagi.
Rakan begitu kepikiran. Ia sangat bersemangat memulai sekolah, tetapi ia tidak tega meninggalkan Mabing. Sudah 2 tahun Mabing menemaninya, bermain bersama, bercerita, dan berpetualang.