Matahari baru merekah. Sinarnya yang hangat menembus kerimbunan hutan kecil itu. Semua penghuni hutan itu langsung terjaga. Mereka menyambut hari baru itu dengan bersuka ria.
Bunga-bunga mekar berseri. Kupu-kupu menari-nari. Burung-burung bernyanyi- nyanyi. Cuma Spini yang nampak tidak bergairah. Sepertinya laba-laba mungil itu sedang bersedih hati.
Ya, Spini memang sedang sedih. Baru beberapa hari ini Spini tinggal di hutan kecil itu. Tadinya ia tinggal di sebuah rumah kuno yang letaknya tak jauh dari hutan itu. Di sana ia tinggal bersama seorang nenek yang baik hati. Nenek itu membiarkan ia bersarang di rumahnya. Meskipun rumah nenek itu jadi tampak kotor.
Kemudian, datanglah bencana itu. Empat orang cucu nenek itu hendak berlibur di sana. Celakanya, mereka tak suka melihat Spini bersarang di rumah itu. Srrt, srrt, srrt! Mereka membersihkan semua sarang Spini.
“Sudahlah, Cu! Jangan bunuh binatang itu. Toh, ia tidak mengganggu kalian!” ujar Nenek melarang ketika mereka bermaksud membunuh Spini.
Spini lari tunggang langgang menyelamatkan diri, lalu bersembunyi di hutan kecil itu.
Saat Spini menyesali nasibnya, Peri Bintang Biru lewat di dekat Spini. Peri penguasa hutan kecil itu melihat kesedihan Spini.
“Apa yang bisa kuperbuat untuk membuatmu gembira, Spini?” ujar Peri itu lembut.
“Aku ingin anak-anak itu mengagumiku, Peri!” jawab Spini.
Peri Bintang Biru terdiam lama sekali. Sepertinya ia sedang berpikir. Beberapa saat terdengar ia berkata, “Baiklah! Aku akan menolongmu, Spini! Namun, jangan salah gunakan pemberianku ini, ya!”
Peri Bintang Biru membuat ramuan, kemudian memberikannya kepada Spini. Setelah meminumnya, Spini bergegas pergi ke rumah kuno itu. Tetapi, ia tak berani masuk ke dalam rumah. Iamemilih tempat di sudut kebun. Di situ ia mulai memintal sarangnya.
“Hei! Lihatlah! Ada laba-laba ajaib! Sarangnya terbuat dari emas!” Tak lama terdengar suara anak-anak. Spini terkejut sekali.